Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum yang termasuk di dalamnya mengenai tebaran dividen emiten perbankan. Sebelum terbitnya aturan dari OJK, bagaimana tren tebaran dividen bank jumbo atau KBMI OV selama ini?
Bank KBMI 4 merupakan bank dengan modal inti lebih dari Rp70 triliun. Saat ini kelompok bank ini terdiri dari Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan regulasi baru berlatar mengingat tata kelola merupakan hal yang sangat fundamental dalam kegiatan usaha suatu bank. “Melalui POJK ini, kami ingin tekankan kembali kepada pemegang saham pengendali selaku pemilik atau pengendali bank, agar tidak melakukan berbagai tindakan yang tidak proper antara lain penerbitan kebijakan, pengambilan keputusan, ataupun tindakan lain terhadap bank yang tidak sesuai, bertentangan/melanggar ketentuan OJK dan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan," kata Dian dalam keterangan tertulis pada Selasa (19/9/2023).
Selain itu, terdapat wewenang OJK untuk menginstruksikan dan/atau memerintahkan bank untuk menunda, membatasi, dan/atau melarang pembagian dividen bank; dan/atau menyelenggarakan RUPS pembatalan terkait pembagian dividen bank.
Kewenangan OJK dilakukan dengan mempertimbangkan aspek eksternal dan internal, kondisi bank dalam upaya penguatan permodalan bank, dan/atau penanganan permasalahan bank.
Tren Tebaran Dividen Bank Jumbo
Sebelum terbitnya aturan dividen, OJK memang sudah mengingatkan perbankan untuk tidak terlalu euforia menebar dividen jumbo. “[Bank] jangan terlalu euforia lalu buru-buru bagi dividen, kemudian saat dibutuhkan tambahan untuk dukungan pada kondisi lebih berat, itu tidak ada,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 akhir tahun lalu.
Menurutnya ada sejumlah kebutuhan lain yang bisa dialokasikan dari raupan laba perbankan. Apalagi, dengan berakhirnya program restrukturisasi kredit industri perbankan pada Maret 2024 mendatang, OJK mengimbau industri jasa keuangan mampu mempersiapkan penebalan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
"Membentuk CKPN yang memadai dalam menjaga proses exit dari restrukturisasi kredit pasca-pandemi secara mulus. Terlebih lagi, semua itu terjadi di tengah risiko yang ditimbulkan oleh gejolak bank di berbagai negara," jelasnya dalam agenda Rapat Umum Anggota Ikatan Bankir Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Selain itu, tebaran dividen dengan rasio besar dapat membatasi kemampuan bank untuk melakukan investasi dalam mendukung transformasi serta inovasi digital. Mahendra menambahkan, inovasi digtal itu diperlukan guna memperkuat industri jasa keuangan dari sejumlah ancaman serangan siber.
Namun, nyatanya sejumlah bank terutama bank jumbo telah menebar dividen dengan rasio di atas 50 persen tahun ini. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya membagikan dividen tunai senilai Rp43,5 triliun, mencapai 85 persen dari total laba bersih tahun lalu.
Apabila berkaca dalam lima tahun terakhir, tebaran dividen BRI terus mencatatkan peningkatan rasio. Dibandingkan dengan rasio dividen pada 2018, yakni sebesar 49 persen, maka terjadi peningkatan rasio tebaran dividen 36 basis poin (bps) di BRI hingga mencapai 85 persen pada tahun buku 2022.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan BRI berkomitmen untuk terus menciptakan economic value dan social value bagi seluruh stakeholders dalam menjalankan aktivitas operasional bisnisnya.
"Salah satu bentuk economic value yang diciptakan BRI adalah melalui penyetoran dividen kepada negara. BRI berkomitmen dalam beberapa tahun ke depan dan dengan kondisi permodalan yang memadai saat ini akan memberikan dividen dengan payout ratio yang optimal," kata Hendy kepada Bisnis pada Rabu (20/9/2023).
Ia juga mengatakan dalam memutuskan besaran tebaran dividen kepada para pemegang saham, BRI tetap memerhatikan faktor proyeksi pertumbuhan bisnis ke depan. Selain itu, BRI tetap memperhatikan pemenuhan rasio kecukupan modal dan faktor sustainability tingkat imbal hasil atas ekuitas.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) telah membagikan dividen tunai sebesar Rp25,3 triliun pada tahun buku 2022 dengan rasio 62,1 persen. BCA pun mengalami peningkatan rasio dividen mereka dalam lima tahun terakhir. Pada 2018, bank menetapkan rasio dividen 32 persen, naik jadi 62,1 persen pada tahun buku 2022.
Kemudian, PT Bank Mandiri (persero) Tbk. (BMRI) menetapkan pembagian dividen tunai sebesar Rp24,7 triliun atau 60 persen dari total laba bersih perseroan tahun buku 2022. Dibandingkan bank jumbo lainnya, BMRI menerapkan rasio dividen yang relatif tidak berubah sepanjang lima tahun terakhir di angka 60 persen.
Hanya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI yang menebar dividen dengan rasio di bawah 50 persen. Untuk tahun buku 2022, bank telah menebar dividen Rp7,3 triliun atau 40 persen dari total laba bersih. Namun, BNI tetap mengalami peningkatan pesat rasio dividennya pada tahun buku 2022 menjadi sebesar 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 24 persen.
Sebelumnya, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan BNI mempunyai kebijakan dividen dengan memperhatikan rasio kecukupan modal yang senantiasa dijaga di atas ketentuan minimum setelah memprioritaskan kebutuhan untuk ekspansi bisnis grup usaha BNI. Perseroan juga turut mempertimbangkan kebutuhan untuk investasi IT dan sistem digital yang saat ini sedang digencarkan.
"Dividen ini juga bentuk apresiasi terhadap shareholder. BNI pun tetap antisipasi risiko di masa yang akan datang, sejalan dengan kebijakan dari OJK," tutur Novita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel