Top 5 News BisnisIndonesia.id: Asuransi Fintech hingga Peluncuran Bursa Karbon

Bisnis.com,26 Sep 2023, 08:01 WIB
Penulis: Emanuel B. Caesario
Ilustrasi top 5. Sumber: Canva

Bisnis, JAKARTA — Biaya asuransi disinyalir menjadi faktor penyebab biaya layanan fintech peer-to-peer (P2P) lending menjadi tinggi. Ketentuan asuransi itu dilakukan sebagai mitigasi risiko yang terjadi pada bisnis fintech P2P lending.

Berita tentang biaya asuransi fintech lending menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Selasa (26/9/2023):

 

1. Biaya Asuransi di Balik Tingginya Layanan Fintech Lending

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 mengatur bahwa penyelenggara fintech lending wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna, salah satunya fasilitas pengalihan risiko atas objek jaminan, jika ada objek jaminan. Adapun, pengalihan risiko atas objek jaminan tidak lain adalah mengasuransikan objek jaminan. 

Menanggapi hal itu, CEO PT Asuransi Simas InsurTech, Teguh Aria Djana mengatakan, biaya premi yang dibayarkan oleh penyelenggara  P2P lending ditentukan oleh profil risiko produk fintech tersebut serta riwayat non performing loan (NPL). “Setiap fintech lending tentu berbeda-beda,” kata Teguh kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).

Dia mengatakan, semakin tinggi risiko maka semakin tinggi biaya. Bahkan menurutnya, perusahaan asuransi bisa menolak memberikan perlindungan karena tingkat risiko dan NPL tinggi. Pasalnya, setiap perushaaan asuransi memiliki kewajiban tersendiri terhadap kesehatan keuangan perusahaan. “Masing-masing asuransi tentu punya underwriting guideline,” katanya.

  

2. Melihat Kembali Duduk Perkara Sengketa Lahan Hotel Sultan di GBK

Polemik pengelolaan hotel Sultan masih memanas. Saat ini, permasalahan Hotel Sultan atau Blok 15 antara Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) dengan PT Indobuildco milik konglomerat Pontjo Sutowo saat masih dalam tahap penyelesaian.

Riwayat sengketa antara konglomerat Pontjo Sutowo dan pemerintah itu bermula terjadi selama dua dasawarsa terakhir. Namun sebelum masuk kepada poin sengketa, pihak PPKGBK menjelaskan tentang asal-usul berdirinya kompleks GBK.

Kompleks GBK erat kaitannya dengan penyelenggaraan Asian Games ke-4 pada 1962. Pada saat itu, Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) melakukan pembebasan tanah pada sekitar 1959 hingga 1962 di Kawasan Gelora. 

Usai pelaksanaan Asian Games, Indonesia kembali ditugaskan untuk menyelenggarakan Konferensi Pacific Area Travel Association (PATA) pada 1974. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No.14/1972. 

 

3. Penggerak Performa Saham Pertamina Geothermal (PGEO)  

Prospek bisnis yang menjanjikan dinilai menjadi faktor menterengnya saham PT Pertamina Geothermal Tbk. (PGEO) di lantai bursa. Dalam hal ini dengan adanya sumber daya panas bumi Indonesia yang masif dan inisitif pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan.

Berdasarkan data RTI Business, saham PGEO membukukan kenaikan sebesar 84,48 persen selama enam bulan terakhir menuju level harga Rp1.605. Posisi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan harga saat initial public offering (IPO) dengan harga Rp875.

Jika ditarik dalam rentang waktu yang lebih singkat, saham dari anak usaha PT Pertamina (Persero) ini melonjak 91,07 persen selama kurun tiga bulan terakhir. Sementara itu, dalam satu bulan terakhir, saham PGEO terapresiasi 37,77 persen.  Pada perdagangan hari ini, saham PGEO ditutup menguat sebesar 1,90 persen. Total volume saham yang diperdagangkan mencapai 183,03 juta dengan nilai turnover Rp294,33 miliar. Total kapitalisasi pasar atau market cap mencapai Rp66,44 triliun. 

Kinerja saham tersebut dapat menjadi cerminan potensi PGEO. Analis Sinarmas Sekuritas Inav Haria Chandra memproyeksikan prospek PGEO lantaran besarnya potensi bisnis sumber daya panas bumi di Indonesia. Apalagi, posisi PGEO cukup strategis untuk melakukan transisi energi terbarukan di Indonesia.


 

4. ADB Utangi Indonesia Rp7,69 Triliun, Buat Apa?

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) telah menyetujui pinjaman sebesar US$500 juta setara Rp7,69 triliun (kurs tengah BI Rp15.3999) pada 22 September 2023 lalu guna mendukung agenda pembangunan Indonesia dan prioritas reformasi.

Dana tersebut termasuk upaya menciptakan lingkungan yang mendukung investasi, mengurangi hambatan perdagangan, dan meningkatkan skala usaha. 

Ini adalah subprogram kedua dari tiga subprogram Program Akselerasi Kompetitivitas, Modernisasi Industri, dan Perdagangan (Competitiveness, Industrial Modernization, and Trade Acceleration/CITA) yang melanjutkan kesuksesan subprogram pertama yang disetujui pada Oktober 2021.

Country Director ADB for Indonesia, Jiro Tominaga menerangkan dalam rangka mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2045, pemerintah mengantisipasi bahwa Produk Domestik Bruto Indonesia harus tumbuh setidaknya 6,0 persen setiap tahun, yang jauh di atas rata-rata sebelum pandemi sebesar 5,3%.

 

5. Diresmikan Jokowi Besok, Siapa Untung dari Bursa Karbon

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan meresmikan Bursa Karbon yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (26/9/2023).

Dalam susunan acara Peluncuran Bursa Karbon Indonesia pada Selasa (26/9/2023) di main hall BEI, tercatat Presiden Jokowi akan peresmian Bursa Karbon Indonesia.

Prosesi peresmian Bursa Karbon Indonesia oleh Presiden Jokowi dijadwalkan pada pukul 09.27 WIB-09.30 WIB. Jokowi juga didampingi sejumlah menteri, OJK, DPR RI, dan perangkat BEI selaku penyelenggara Bursa Karbon.

"Pada 9.30-9.32 WIB, penandatanganan Prasasti Peresmian Bursa Karbon Indonesia oleh Presiden RI," seperti dikutip dari undangan.

Sementara itu, sebagai penyelenggara Bursa Karbon (PBK) yang ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan syarat dan prosedur menjadi pengguna jasa Bursa Karbon.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Emanuel B. Caesario
Terkini