Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan tata cara debt collector pinjaman online (pinjol) saat melakukan penagihan. Regulator meminta agar debt collector pinjol mematuhi peraturan ini.
Melansir dari Instagram resmi @ojkindonesia pada Kamis (28/9/2023), jika peminjam wanprestasi maka penyelenggara pinjol wajib melakukan penagihan kepada peminjam. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
“Paling sedikit dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan peminjam,” jelas OJK, dikutip pada Kamis (28/9/2023).
Surat peringatan yang dimaksud wajib memuat informasi paling sedikit di antaranya jumlah hari keterlambatan pembayaran kewajiban dan posisi akhir total pendanaan yang belum dilunasi atau pokok terutang.
Kemudian, isi surat peringatan juga memuat manfaat ekonomi pendanaan seperti bunga yang harus dibayar. Serta, denda yang terutang.
OJK juga menekankan bahwa dalam melakukan penagihan, penyelenggara pinjol wajib memastikan bahwa penagihan dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Contoh tidak menggunakan ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan peminjam dan tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal,” tandasnya.
Sebelumnya, jagat media sosial dihebohkan dengan salah satu desk collection (DC) yang diduga pinjol PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) saat melakukan penagihan ke peminjam dana.
Unggahan dengan tangkapan layar di X (dahulu bernama Twitter) berisi bahwa korban AdaKami menerima teror, cacian, hingga berujung pada pemecatan pekerjaan yang membuat korban semakin terpuruk. Korban pinjol AdaKami mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena tidak mampu melunasi pinjaman di AdaKami.
Menanggapi viralnya kasus tersebut, Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan penagihan secara langsung di lapangan atau tidak pernah mendatangi rumah.
Sebelum DC melakukan penagihan, pria yang akrab disapa Dino itu menyampaikan bahwa umumnya AdaKami memberikan naskah dan batasan yang dapat dibicarakan oleh tim DC kepada nasabah.
Selain itu, Dino mengklaim data informasi nasabah sangatlah minim yang dimiliki tim DC. Di samping itu, AdaKami juga memiliki supervisor untuk melihat pergerakan DC.
“Di screen, informasi nasabah itu sangat minim, bahkan nomor telepon [nasabah] tidak ketahuan, jadi tinggal telepon nasabah. Dan nomor-nomor yang ditelepon itu tercatat di kita, jadi kita tahu itu dari DC kita atau tidak,” ungkap Dino dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
AdaKami sendiri memiliki sekitar 400 debt collection. Di mana, perusahaan melakukan collection internal sekitar 80-90 persen. Perusahaan juga memiliki vendor sebagai pihak ketiga untuk melengkapi tim collection.
“AdaKami tidak pernah ada field collector, jadi debt collection hanya melalui telepon. Bilamana ada informasi DC AdaKami mendatangi rumah, kami nggak ada field collection sama sekali,” tekannya.
Dino menjelaskan untuk praktik penagihan, AdaKami menerapkan sesuai SOP dari AFPI. Di antaranya, tidak melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara-cara yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat serta harga diri penerima pinjaman entah itu secara langsung maupun lewat dunia maya baik terhadap diri peminjam, harta benda, kerabat, rekan dan keluarganya.
“Terkait berita viral ini, AdaKami akan menindak tegas pelaku penagihan yang tidak beretika dan tidak sesuai dengan code of conduct yang telah ditetapkan regulator,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel