Tidak Dominan, Mega Insurance Ungkap Premi Asuransi untuk Pinjol Hanya 3-5 Persen

Bisnis.com,29 Sep 2023, 11:53 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — PT Asuransi Umum Mega (Mega Insurance) mengungkap besaran premi yang dibebankan kepada penyelenggara fintech P2P lending  alias pinjaman online (pinjol) berkisar 3—5 persen sampai pinjaman lunas. Besaran premi disesuaikan dengan tingkat risiko. 

Technical Associate Director Mega Insurance Indrajaya Wardhana mengatakan bahwa rata-rata premi yang harus dibayarkan oleh penyelenggara fintech P2P lending alias pinjaman online memperhatikan tingkat risiko penyelenggara. 

“Skema pada Asuransi Umum Mega menggunakan perhitungan dari aktuaria dan memperhitungkan profil peserta dari masing-masing fintech selama 3 tahun terakhir,” kata Indrajaya kepada Bisnis, Jumat (29/9/2023). 

Hal senada diungkapkan oleh CEO PT Asuransi Simas InsurTech, Teguh Aria Djana. Dia mengatakan bahwa biaya premi yang dibayarkan oleh penyelenggara fintech P2P lending ditentukan oleh profil risiko produk fintech serta riwayat non performing loan (NPL). 

“Setiap fintech lending tentu berbeda-beda,” kata Teguh kepada Bisnis, pekan lalu (25/9/2023). 

Teguh mengatakan semakin tinggi risikonya maka semakin tinggi biayanya. Bahkan menurutnya perusahaan asuransi bisa saja menolak memberikan perlindungan karena tingkat risiko dan NPL tinggi. 

Pasalnya setiap perusahaan asuransi pastinya memiliki kewajiban tersendiri terhadap kesehatan keuangan perusahannya. “Masing-masing asuransi tentu punya underwriting guideline,” imbuhnya. 

Oleh sebab itu, Teguh mengatakan pihaknya tidak bisa menyebutkan rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh fintech P2P lending untuk asuransi kredit. Pasalnya akan berbeda pada masing-masing penyelenggara. 

Di sisi lain, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengungkap bahwa penyelenggara wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna. Adapun kegiataan memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna sebagaimana dimaksud yakni memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan. 

Dalam hal ini, Edi menjelaskan bahwa penyelenggara wajib melakukan kerja sama dengan perusahaan perasuransian atau penjaminan dalam rangka memfasilitasi risiko pendanaan bagi pengguna. Namun demikian, Edi menjelaskan bahwa penyelenggara hanya menyediakan fasilitas asuransi/penjaminan melalui kerja sama tersebut. 

“Pembelian asuransi/penjaminan bersifat opsional dan tidak wajib melekat pada produk yang ditawarkan pada P2P lending,” kata Edi pekan lalu. 

Biaya asuransi fintech P2P lending sebelumnya sempat menjadi perhatian. Direktur Utama PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Bernardino Moningka Vega mengatakan bahwa salah satu faktor utama tingginya biaya layanan platformnya lantara biaya asuransi yang menjadi persentase tertinggi. Adapun selain asuransi, biaya layanan lainnya berupa biaya teknologi hingga biaya operasional.

“Yang jelas, yang harus ada di sana adalah biaya asuransi. Jadi setiap nasabah yang meminjam harus diasuransikan, ini kadang-kadang tinggi karena ini kan nggak ada jaminan ke masyarakat yang underserved dan unbankable,” kata Dino dalam konferensi pers AdaKami di Jakarta, Jumat (22/9/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini