Bisnis.com, JAKARTA - Platform layanan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) PT Pembiayaan Digital Indonesia atau AdaKami telah mengambil tindakan mengenai order fiktif makanan online yang dilakukan oleh debt collector (DC).
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega mengatakan perseroan telah menerima sebanyak 36 pengaduan terkait dengan order fiktif melalui pesan makanan online oleh DC. Dari total tersebut, 10 di antaranya dilanjutkan ke tahap investigasi.
"Tujuh DC dilakukan pemutusan hubungan kerja [PHK], sedangkan tiga lainnya mendapatkan Surat Peringatan [SP] dengan supervisi ketat," ujarnya saat berkunjung ke Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023).
Meski memutus kontrak DC, Dino, sapaan akrabnya, menyebutkan secara ketenagakerjaan tenaga penagih utang tersebut merupakan pihak outsourcing yang berjumlah 400 orang.
Tak hanya sampai disitu, Dino menegaskan pihaknya juga mencari sampai ke akar permasalahan tersebut dengan menginvestigasi supervisor. Dia juga menegaskan bahwa tindakan DC yang meneror lewat order fiktif tersebut melanggar Standar Opersional Prosedur (SOP) platform AdaKami.
Hasilnya, perusahaan menindak satu tim leader dan satu supervisor. Sementara, satu karyawan lainnya disanksi akibat tindakan pelanggaran lainnya.
Terkait dengan kabar viral dugaan nasabah bunuh diri karena tekanan dari debt collector, AdaKami menyebutkan terus melakulan investigasi, termasuk dugaan nasabah viral tersebut berasal dari Baturaja.
Namun, dari penelusuran internal tersebut masih belum ditemukan informasi yang mengacu kepada nasabah dengan plafond, tenor kredit dan pelaporan kematian seperti yang tersampaikan di media sosial.
“Dugaan bunuh diri masih kami tunggu [perkembangan informasinya], kami sudah periksa [data nasabah di] Baturaja, tapi tidak ada,” kata Dino.
Dia mengatakan bahwa di Baturaja ada sekitar 360 nasabah AdaKami. Namun, tidak ditemukan indikasi kasus bunuh diri terkait dengan platformnya.
Tidak hanya sampai disitu, Dino mengatakan pihaknya juga memperluas pencarian database tidak hanya pada bulan Mei saja. Pasalnya, korban yang diduga berinsial “K” tersebut meninggal dunia sekitar Mei 2023.
Selain itu, parameter plafond pinjaman juga dicari Rp3—10 juta. Korban “K” disebut memiliki pinjaman sekitar Rp9,4 juta. “Bahkan bulan lainnya Juni, Juli, April, sampai Agustus, kami cari enggak ada juga,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya masih memproses terkait kasus tersebut. Dia memastikan pihak polisi juga telah melakukan invetigasi dan berharap mendapatkan titik terang. “Kami ingin melihat dulu ini [nasabah] bener enggak [nasabah kami],” ungkapnya.
Adakami juga menyebutkan telah memperluas area pencarian dengan menarik data nasional dengan besaran pinjaman yang disampaikan berikut menyesuaikan dengan laporan status kematian nasabah. Terdapat tujuh data yang ditarik namun tidak memiliki kesamaan dengan laporan yang diterima karena nasabah aktif dengan utang terbayarkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel