Bisnis.com, JAKARTA -- Dalam upaya menumbuhkan pangsa perbankan syariah di Indonesia, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) menyebut pemberian insentif bagi perbankan sangatlah diperlukan.
Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P. Djajanegara justru menilai jika spin off unit usaha syariah (UUS) bukanlah satu-satunya kunci untuk mendongkrak geliat perbankan syariah.
“Stimulus dan insentif diperlukan, karena perbankan syariah masih kecil dan butuh dukungan nyata. Saat ini, banyak insentif yang sedang asosiasi mintakan, seperti risk weight calculation hingga tax,” ucapnya pada Bisnis, Selasa (3/10/2023).
Lebih lanjut, Pandji mengungkapkan banyak opsi yang lebih efektif dalam meningkatkan dan mengembangkan perbankan syariah tanpa spin off.
Mulai dari, membantu meningkatkan dan menciptakan demand untuk pertumbuhan terhadap perbankan syariah, peningkatah edukasi, literasi, dan inklusivitas perbankan syariah melalui pola yang tersistematis.
“Selain itu, sinergi regulasi antar badan dan lembaga yang merupakan stakeholder perbankan syariah juga diperlukan, sehingga terdapat keberpihakan regulasi terhadap perbankan syariah, misalnya perpajakan, halal ecosystem, dan lainnya,” tambahnya.
Adapun, dalam paparannya beberapa waktu lalu, Pandji menyebutkan laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate/CAGR) untuk perbankan syariah mencapai sekitar 15 persen tiap tahun, akan tetapi akan menjadi lebih rendah jika spin off dilakukan. Sementara itu, hal berbeda disampaikan Pengamat Ekonomi Syariah University Irfan Syauqi Beik yang mengatakan langkah mewajibkan UUS menjadi BUS adalah suatu yang tepat. Kendati sempat mengalami penundaan akibat diterbitkannya UU No 4/2023 tentang P2SK.
“Jadi UUS wajib spin off itu sudah on the right direction. Adapun insentif untuk mendongkrak pasar itu bisa dilakukan secara paralel tanpa harus mengorbankan kewajiban spin off. Jadi bukan trade off,” ujarnya pada Bisnis, Selasa (3/10/2023).
Dirinya pun menambahkan, sejumlah insentif yang bisa diberikan, misalnya berupa kebijakan afirmatif yang bisa mendongkrak pangsa pasar bank syariah, seperti mewajibkan UIN/IAIN/STAIN seluruh Indonesia untuk menggunakan bank syariah dalam memenuhi kebutuhan transaksi keuangannya.
Tak hanya itu, Irfan mencontohkan penetapan penempatan dana APBN dan APBD pada bank syariah dengan porsi minimal 25 persen pun perlu dilakukan.
Selanjutnya, dia menilai insentif lain bisa dilakukan dengan mendorong bank syariah menjadi nazhir (pengelola wakaf) wakaf uang dengan memberi insentif pajak pada setiap transaksi wakaf produktif yang dilakukan bank syariah.
“Ini adalah insentif yang diyakini akan menaikkan market share bank syariah. Tapi tetap, kewajiban spin off tidak boleh dihilangkan. Ditunda boleh, dihilangkan jangan,” tuturnya.
Di sisi lain Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan insentif yang tepat untuk mendongkrak pangsa pasar bagi UUS bisa dengan insentif Giro Wajib Minimum.
“Pelonggaran GWM bisa diimplementasikan untuk memaksimalkan cakupan pangsa pasar yang ada,” ucapnya pada Bisnis, Senin (2/10/2023).
ebagai informasi, Bank Indonesia per 1 Oktober 2023, menetapkan besaran total insentif yang diterima bank tersebut memengaruhi besaran bagian tertentu dari pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah yang diberikan remunerasi atau insentif GWM berupa pemberian ('athaya) pada bank dari semula sebesar 6,2 persen – 7 persen untuk BUK dan 4,7 persen - 5,5 persen untuk BUS dan UUS menjadi sebesar 5 persen – 7 persen untuk BUK dan 3,5 persen - 5,5 persen untuk BUS dan UUS.
Sebagai informasi, PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengumumkan belum akan melakukan spin off unit usaha syariahnya (UUS) dalam waktu dekat. Saat ini aset UUS BNGA per semester I/2023 sudah di atas Rp50 triliun atau tepatnya Rp66,14 triliun yang membuat bank tersebut wajib spin off untuk menjadi bank umum syariah (BUS).
Kondisi Perbankan Syariah
Berdasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK, dari sisi nilai total aset perbankan syariah sampai dengan Juni 2023 sebesar Rp801,68 triliun, naik dibandingkan dengan posisi Juni 2022 sebesar Rp703,55 triliun.
Jika diukur secara persentase, pertumbuhan aset perbankan syariah pada Juni 2023 tercatat tumbuh 7,63 persen tumbuh tipis dari yang sebelumnya 7,14 persen pada Juni 2022 dari total industri perbankan. Sementara, secara bulanan pertumbuhan aset bank syariah pun terlihat stagnan.
Pertumbuhan tercatat pada level 7,35 persen pada Januari, lalu bergerak 7,4 persen pada Februari, dilanjutkan menjadi 7,6 persen pada Maret, kemudian 7,58 persen pada April, hingga besaran aset syariah menyentuh 7,59 persen pada Mei 2023.
Bahkan, apabila ditarik ke belakang sejak 2020, pangsa pasar syariah hanya menyentuh 6,76 persen, disusul pada 2021 yang baru bisa menyentuh digit baru, yakni tujuh persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel