Bisnis.com, JAKARTA -- Porsi penyaluran kredit perbankan terhadap sektor pertanian dinilai masih rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun membeberkan sejumlah alasan di balik rendahnya porsi kredit tersebut.
Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis OJK baru-baru ini, penyaluran kredit perbankan kepada sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan mencapai Rp473,71 triliun pada Juni 2023. Porsi sektor pertanian mencapai 7,12 persen terhadap keseluruhan kredit perbankan.
Sebenarnya, porsi penyaluran kredit pada sektor pertanian ini termasuk dalam urutan empat besar bersama dengan industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta rumah tangga. Namun, OJK menilai jika dibandingkan dengan kontribusi sektor tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB), maka porsi penyaluran kredit yang mencapai 7,12 persen masih relatif rendah.
Apalagi, pertumbuhan penyaluran kredit kepada sektor pertanian ini melambat pada paruh pertama 2023 dari 10,14 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi 7,56 persen yoy.
OJK menilai salah satu faktor yang ditengarai menjadi penyebab masih rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian di antaranya terkait karakteristrik profil risiko petani yang lebih tinggi.
"Hal ini akibat beberapa kendala pada aspek skala usaha dan produksi petani yang relatif rendah dan pergerakan harga produk pertanian yang fluktuatif," tulis OJK dalam laporannya beberapa waktu lalu.
Kondisi itu, menurut OJK, disinyalir dapat memengaruhi dan dapat berdampak negatif terhadap pendapatan serta kemampuan petani dalam membayar kredit. Selain itu, masih banyak tantangan struktural yang harus dihadapi dalam pengembangan sektor pertanian Indonesia.
Dalam laporannya, OJK menilai pengembangan sektor pertanian Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan struktural yang membutuhkan upaya-upaya terintegrasi dari berbagai pihak. Petani Indonesia misalnya sebagian besar dinilai masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah.
Kemudian, daya dukung sumber daya alam semakin terbatas dan tuntutan yang makin kuat terhadap kelestarian sumber daya alam. Lalu, ketidakpastian iklim dengan pola perubahan yang ekstrem saat ini. El Nino pun diprediksi dapat memicu kekeringan di Indonesia secara umum pada musim tanam utama sehingga berpotensi mengganggu supply dan mendorong terjadinya cost push inflation.
Apalagi, ketersediaan infrastruktur pertanian di berbagai wilayah juga belum memadai. Selain itu, minim ketersediaan tenaga kerja pertanian yang terampil.
"Oleh karena itu, pemerintah bersama lembaga otoritas, pelaku usaha tani, maupun stakeholder perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut agar sektor pertanian Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian nasional," tulis OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel