Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa skema penagihan pinjaman online (pinjol) kepada penerima dana atau borrower telah diatur di dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan menjelaskan bahwa ketentuan penagihan pinjol itu sebagaimana diatur dalam pasal 102 sampai dengan 104.
Dalam ketentuan tersebut di antaranya disebutkan, Pasal 102 ayat (1) berisi bahwa dalam hal penerima dana wanprestasi, maka penyelenggara pinjaman online wajib melakukan penagihan kepada penerima dana.
“Paling sedikit dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu dalam perjanjian Pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana,” kata Edi kepada Bisnis, Kamis (5/10/2023).
Kemudian, Pasal 103 ayat (1) juga disebutkan bahwa fintech P2P lending dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan. Adapun, ayat (4) menjelaskan bahwa fintech P2P lending wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain.
Selanjutnya, dalam Pasal 104 ayat (1) disebutkan bahwa dalam melakukan penagihan, maka perusahaan pinjol wajib memastikan penagihan dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam ketentuan tersebut, penagihan dalam fintech P2P lending dapat dilakukan secara inhouse atau dengan bekerja sama dengan pihak lain,” jelas Edi.
Adapun dalam hal bekerja sama dengan pihak lain, pihak lain tersebut wajib memenuhi ketentuan memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Melalui adanya sertifikasi tersebut, Edi menjelaskan bahwa penagihan dalam fintech P2P lending dapat dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Apabila ditemukan pelanggaran, penyelenggara fintech P2P lending wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan, baik dari penagihan secara inhouse maupun kerja sama penagihan dengan pihak lain dan dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Sanksi administrasi tersebut di antaranya berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau pencabutan izin. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan pemblokiran Sistem Elektronik Penyelenggara.
Di sisi lain, Edi menyatakan bahwa saat ini tidak terdapat ketentuan yang mengatur batasan tenor maksimal pada fintech P2P lending.
Namun demikian, imbuh Edi, berdasarkan Pasal 35 ayat (5) nomor 10/POJK.05/2022, maka penyelenggara diwajibkan memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan penerima dana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel