Kisah Panjang Bunga Pinjol: Sempat 0,8 Persen per Hari

Bisnis.com,07 Okt 2023, 09:42 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Besaran bunga pinjol./Bisnis - Win Cahyono

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa bunga yang dikenakan platform pinjaman online (pinjol) pernah menyentuh 0,8 persen per hari pada saat pertama kali industri ini muncul.

Namun, lambat laun, bunga yang dipatok 0,8 persen per hari itu berangsur turun menjadi maksimal 0,4 persen per hari. Bunga ini pun masuk ke dalam code of conduct AFPI.

“2 tahun lalu kami sudah mengganti [bunga] dan menetapkan bunga dari 0,8 persen per hari menjadi 0,4 persen per hari,” kata Ketua Umum AFPI periode 2023-2026 Entjik S. Djafar dalam konferensi pers AdaKami di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Tak berhenti di sana, Entjik mengklaim bahwa AFPI juga melakukan patroli untuk mengecek semua platform fintech P2P lending terkait bunga 0,4 persen per hari. 

“Kenapa 0,4 persen per hari? Karena kita protect consumer. Consumer kita protect tidak boleh lebih dari itu. Makanya kita membuat aturan tidak boleh lebih dari 0,4 persen per hari,” jelasnya.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan bahwa penyelenggara fintech P2P lending menjual bunga yang tinggi saat industri ini pertama kali muncul.

“Pertama kali industri fintech ini ada secara resmi POJK 77/2016 itu sebenarnya harga bunga itu bebas, siapapun boleh menjual bunga yang tinggi, berapapun bunganya asal ada pembelinya,” ungkap Kus.

Namun, Kus menyampaikan bahwa saat ditemukan di lapangan masyarakat mengeluhkan tingginya bunga pinjol.

“Di lapangan, kita banyak komplain ternyata bunganya tinggi sekali masyarakat banyak teriak dan juga ada fenomena fintech legal dan ilegal,” katanya.

Sebagai gambaran, dengan 0,8 per hari maka jika pekerja yang menggunakan dengan penghasilan bulanan, maka bunga yang dibayar setara dengan 24 persen per bulan. Bandingkan dengan bunga kartu kredit kala itu yang berkisar 2,2 persen hingga 4 persen.   

Meski demikian, sambung Kus, fintech dalam pengawasan OJK mengambil inisiatif dengan menetapkan bunga maksimum 0,8 persen per hari. Pasalnya, kala itu, marak pinjol ilegal yang menjual bunga 1 persen—3 persen per hari kepada peminjam.

Kus menyebut inisiatif tersebut dilakukan dalam rangka melindungi agar pinjol ilegal memiliki besaran bunga yang sama dengan pinjol legal.

“Dari waktu ke waktu bunga 0,8 persen [per hari] ini di challenge terlalu tinggi, kemudian tahun lalu kita berinisiatif melakukan efisiensi dari 0,8 persen [per hari] turun menjadi 0,4 persen [per hari],” tambahnya.

Lebih lanjut, Kus mengatakan sejatinya, keberadaan fintech P2P lending diharapkan untuk membantu dan menjangkau masyarakat unbankable dan underserved yang tidak bisa dilayani perbankan, multifinance, maupun modal ventura.

Namun, segmen unbankable dan underserved ini memiliki risiko yang stabil karena belum ada profil risiko alias memiliki risiko yang tinggi. Untuk itu, lanjut Kus, pada praktiknya bunga fintech menyesuaikan dengan profil segmen dan risiko yang ada di lapangan.

“Filosofinya itu justru untuk melindungi konsumen, kita kompak untuk tidak menjalani praktik predatory lending,” pungkas Kus.

Kartel Bunga Pinjol

Kembali memanasnya persoalan bunga pinjol ini setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus dugaan kartel suku bunga pinjaman perusahaan keuangan online ini.

KPPU dalam keterangan resmi pada Rabu (4/10) malam, mengumumkan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Penyelidikan awal ini bermula dari penelitian KPPU atas pinjol berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat. Dari penelitian itu, KPPU menemukan bahwa terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah pinjaman aktual penerima alias borrower.

Penetapan suku bunga itu diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang berjumlah 89 tekfin lending.

KPPU menilai penentuan suku bunga pinjol oleh AFPI berpotensi melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Lembaga pengawas usaha itu pun akan membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut dan proses penyelidikan awal bakal dilaksanakan dalam waktu maksimal 14 hari sejak keputusan pembentukan satuan tugas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini