Bisnis.com, JAKARTA — Jelang Pemilu serentak 2024, banyak gubernur yang masa jabatannya habis dan digantikan oleh pejabat (Pj) sementara. Seiring dengan kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengantisipasi agar pengurus bank pembangunan daerah (BPD) tidak asal diutak-atik oleh pemimpin daerah baru selaku perwakilan pemegang saham.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum. Dalam aturan itu terdapat ketentuan prosedur penggantian penggantian pengurus bank, tepatnya pada Pasal 11 POJK Nomor 17 Tahun 2023.
"Dalam hal ini OJK berwenang mengevaluasi terhadap keputusan pemberhentian atau penggantian anggota direksi sebelum masa jabatannya berakhir," ujar Dian dalam jawaban tertulis pada Selasa (10/10/2023).
Bahkan, menurutnya untuk pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan, sebelum berakhirnya masa jabatan mesti mendapatkan persetujuan OJK sebelum diputus dalam rapat umum pemegang sagam (RUPS).
Adapun, mengacu beleid tersebut, dalam memberikan persetujuan pergantian pengurus bank, OJK melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan.
Kemudian, terdapat pertimbangan OJK dalam memberikan persetujuan pergantian pengurus, di antaranya alasan pemegang saham bank dalam perombakan pengurus. Alasan ini mesti disampaikan bank paling lambat sebulan sebelum RUPS.
Dian mengatakan OJK juga memastikan bahwa POJK yang di antaranya mengatur mengenai tata kelola pergantian pengurus itu benar-benar diterapkan oleh bank. "OJK akan melakukan penilaian terhadap penerapan tata kelola yang baik pada bank, termasuk pemberian sanksi administrasi berupa teguran tertulis bagi bank yang melanggar hingga pengenaan sanksi administrasi berupa pembatasan kegiatan usaha," tutur Dian.
Sementara, untuk memastikan pemahaman dan penerapan secara dini oleh bank, OJK telah melakukan sosialisasi kepada jajaran direksi hingga komisaris bank.
Terpisah, Dian juga sempat mengatakan bahwa khusus untuk BPD, terdapat sejumlah masalah tata kelola yang menyertai, di antaranya intervensi politik. Sebab, pemegang saham BPD adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh gubernur dan dipilih melalui proses politik.
Dia bercerita ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan memeriksa sekitar 18 BPD, kesemuanya memiliki persoalan yang hampir sama yakni intervensi politik.
Menurutnya, masalah tersebut akan menggangu kinerja dan tidak bisa dibiarkan. "Itu membutuhkan sekali upaya perubahan kultural," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel