Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa masih ada 27 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memiliki aktuaris. Angka tersebut menurun dibandingkan pada pertengan Juli silam, di mana ada 40 perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
Kewajiban memiliki aktuaris tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK Nomor 67/POJK.05/2016 mengenai perizinan di industri asuransi.
“Berdasarkan data per 9 Oktober 2023, terdapat 27 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memiliki dan belum menyampaikan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi appointed actuary,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono dalam jawaban tertulis, dikutip Rabu (11/10/2023).
Adapun 27 perusahaan tersebut, terdiri dari dua perusaahaan asuransi jiwa, 21 perusahaan asuransi umum, satu reasuransi, satu perusahaan asuransi jiwa syariah, dan dua perusahaan asuransi umum syariah. Ogi mengatakan regulator telah memberikan tenggat waktu untuk pemenuhan aktuaris pada akhir Desember 2023.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengungkap bahwa pemenuhan aktuaris memang menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan asuransi. Hal tersebut lantaran masih kurangnya aktuaris di Indonesia dan biaya yang dikeluarkan cenderung mahal.
“Ini yang menjadi persoalan di kami [industri asuransi umum]. Kalau kemahalan kan kasihan ya, kalau teman-teman di papan menengah-bawah itu menjadi beban,” kata Budi saat ditemui di MAIPARK Ballroom, Pusat Pengembangan SDM Asuransi, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2023).
Kendati demikian, Budi menyakini bahwa perusahaan asuransi mampu memenuhi ketentuan tersebut hingga akhir tahun ini. Terlebih implementasi IFRS 17 pada 2025 yang harus dipenuhi yakni teknologi informasi (IT), akuntansi, dan aktuaria. “Kalau tidak akan chaos [kacau],” kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel