Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan asuransi dan reasuransi akan melakukan perpanjangan treaty (renewal treaty) pada 2024. Mayoritas perpanjangan dilakukan pada bulan Januari, tetapi ada juga yang melakukan pada bulan-bulan lainnya sepanjang tahun.
Treaty adalah perjanjian tertulis termasuk pembagian risiko antara perusahaan asuransi dan reasuransi. Di bawah perjanjian ini, seluruh pertanggungan yang diambil oleh perusahaan asuransi akan otomatis dibagi ke perusahaan reasuransi sesuai dengan porsi yang disepakati. Adapun kontrak treaty reasuransi tersebut biasanya disepakai satu tahun sekali.
Untuk perpanjangan treaty 2024, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menilai bahwa treaty asuransi dan reasuransi masih perlu banyak perbaikan.
“Performa treaty tidak terlalu baik, bisa dikatakan buruk hampir disetiap tahun perusahan reasuransi merugi,” kata Delil dalam wawancara bersama Bisnis, Selasa (10/10/2023).
Selain hasil treaty yang kurang bagus, Delil mengatakan kerugian disebabkan oleh faktor performa asuransi kredit yang buruk hingga pandemi Covid-19. Dengan demikian, pihaknya pun mendorong perbaikan treaty dalam rangka perpanjangan untuk periode 2024.
Delil mencatat ada beberapa faktor yang menyebabkan performa treaty buruk. Pertama adalah struktur kontrak reasuransinya sendiri, termasuk pembagian risiko antara asuransi dan reasuransi yang belum seimbang. Kedua adalah penetapan harga yang perlu perbaikan. Delil mengatakan bahwa kontrak reasuransi sejauh ini tarifnya sangat rendah.
Padahal industri asuransi dan reasuransi global mengalami kondisi hardening market di mana tarifnya naik, serta syarat dan ketentuan diperketat. Dengan demikian, dia mendorong adanya kenaikan tarif.
“Hard market dari luar yang akhirnya mau masuk ke dalam [negeri] itu harganya tinggi, tapi di Indonesia masih soft-soft saja,” imbuhnya.
Terakhir adalah praktik ko-asuransi di mana perusahaan asuransi dalam satu market bersama-sama mengcover satu risiko. Satu perusahaan asuransi sebagai seeding, satu perusahaan asuransi lainnya sebagai reasuransi.
“Jadi perusahaan asuransi bertindak sebagai reasuransi. Lalu, yang mereka ambil dari ko-asuransi dan facultative inward dimasukan ke treaty mereka. Sehingga terjadi akumulasi yang tersembunyi atau hidden akumulasi. Jadi kami fokus disitu membatasi hidden akumulasi tersebut dan memperbaiki pricing kemudian juga merestrukturisasi,” jelas Delil.
Tidak hanya sampai disitu, Delil juga menilai banyak terjadi penampatan risiko yang tidak profesional atau disebut dan Limit of Liability (LOL).
“Artinya kita punya rumah Rp1 miliar tapi diasuransikanya hanya Rp200 juta dan ini artinya ada terjadi penempatan risiko di bawah itu juga enggak bagus. Kita akan koreksi itu,” katanya.
Selain itu, Delil menyebutkan deductible atau jumlah kerugian yang harus ditanggung oleh tertanggung untuk setiap kejadian atas klaim yang telah disetujui tidak pernah direviu selama bertahun-tahun.
“Jadi misalnya deductiblenya Rp100 juta pada 10 tahun lalu, sekarang nilainya kan sudah berbeda. Sehingga harus dikoreksi karena inflasi naik setiap tahun,” ungkapnya.
Selain itu, Delil mengatakan perlunya revaluasi nilai-nilai risiko yang dipertanggungkan. Dia mencontohnya asuransi properti misalnya, di mana harga rumah setiap tahunnya naik.
Bukan hanya karena nilainya yang naik namun juga perbaikan atau renovasi yang membuat harganya dapat naik berkali-kali lipat. Apabila ada kejadian perusahan asuransi juga harus menanggung klaim lebih besar.
“Nah nilai dan biaya yang digunakan untuk memperbaikinya setelah terjadi kebakaran juga jadi naik. Itu juga memerlukan revaluasi di mana yang awalnya harganya Rp1 miliar mungkin kalau dinilai lagi sudah Rp2,5 miliar atau Rp3 miliar. Jadi kami mengecourage itu di nanti renewal ini agar tidak terjadi apa yang disebut under insurance,” paparnya.
Delil menjelaskan under insurance merupakan properti yang dicover tetapi lebih rendah dari nilai sebenarnya. Kondisi tersebut menurutnya merugikan perusahaan asuransi karena premi yang diterima lebih kecil dari semestinya.
Dia juga mengatakan pihaknya mendorong perusahaan asuransi untuk meningkatkan transparansi atau pelaporan penuh terhadap treaty. Hal tersebut supaya perusahaan asuransi dapat memiliki lebih banyak data untuk menganalisa lebih dalam.
“Dengan demikian kami memiliki data untuk assesment untuk risiko kami dan kesesuaian kami membeli proteksi dari luar negeri. Akan menjadi tema yang kami angkat,” katanya.
Dalam rangka perpanjangan treaty 2023, Indonesia Re kata dia, juga menyediakan Indonesia Re Hospitality Lounge di acara Indonesia Rendezvous yang digelar Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) pada 11-13 Oktober 2023 di Bali.
Melalui Indonesia Re Hospitality, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut mengajak berbagai pihak terkait untuk berdiskusi seputar perpanjangan treaty pada 2024. Selain itu, Indonesia Re juga akan menyelenggarakan broker forum Bersama 20 broker reasuransi mitraan untuk mendapatkan dukungan serta menyamakan persepsi terkait renewal treaty Indonesia Re pada 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel