Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan penerbitan aturan turunan soal kontribusi perbankan di bursa karbon Indonesia, setelah bursa meluncur pada akhir bulan lalu. Seiring dengan proyeksi tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) pun kian gencar mempersiapkan keterlibatannya di perdagangan.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan BRI akan berpartisipasi secara aktif menyukseskan inisiatif pemerintah maupun regulator terkait dengan bursa karbon itu. "Partisipasi tersebut merupakan bentuk komitmen serta kontribusi BRI dalam pencapaian target pemerintah untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang dinyatakan dalam enhanced-NDC Indonesia," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (12/10/2023).
Partisipasi program dekarbonisasi dan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon di BRI juga telah menjadi bagian dari strategi keberlanjutan yang fokus pada tiga dimensi, yakni environmental, social, dan governance atau ESG.
Sebelumnya, ia juga mengatakan perseroan telah aware dan turut mendukung serta berpartisipasi aktif dalam hal pengelolaan emisi di dalam operasional bisnis. Bank pelat merah itu misalnya mengadopsi standar global science based target initiatives (SBTi) dengan mengimplementasikan inisiatif yang secara langsung dapat menurunkan emisi kegiatan operasional maupun bisnis.
"Strategi dan inisiatif BRI dalam mendukung net zero emission juga di antaranya penggunaan kendaraan listrik, pemasangan solar panel, penggunaan teknologi lain yang rendah emisi, serta melakukan dukungan secara finansial dan nonfinansial yang dibutuhkan nasabah portofolio pinjaman dan investasi sehingga transisi ekonomi dapat dilakukan," tutur Hendy.
Adapun, bursa karbon telah meluncur dan menjalankan perdagangan perdana pada bulan lalu (26/9/2023). Saat peluncuran, bursa karbon telah menghimpun transaksi Rp29,2 miliar.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mencatatkan volume perdagangan karbon perdana mencapai 459.953 ton unit karbon. Transaksi yang tercatat hingga penutupan adalah 27 kali transaksi.
Sementara itu, harga karbon pada pembukaan dan penutupan tidak mengalami perubahan, yakni pada Rp77.000 per unit karbon.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Inarno Djajdi mengatakan sejauh ini sektor perbankan menjadi pembeli unit karbon terbanyak dibandingkan perusahaan-perusahaan sektor lain.
Alasan banyaknya pembeli dari sektor perbankan adalah karena beberapa bank berinisiatif untuk melakukan pembelian demi mendapat label hijau. Ia pun menyebutkan adanya kemungkinan penerbitan aturan lanjutan keterlibatan perbankan itu di bursa karbon.
"Saya rasa ke depannya tidak terlalu lama lagi akan keluar [aturan] tersebut mengenai aturan perbankan dapat membeli unit karbon di bursa karbon Indonesia," ujarnya dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB), pada Senin (9/10/2023).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel