Bisnis.com, JAKARTA — Sinyal konsolidasi di industri asuransi semakin terasa ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan rencana penambahan modal minimum hingga klasifikasi pembagian kelas.
Babak baru di industri asuransi segera dimulai. Industri asuransi Tanah Air bersiap memasuki era konsolidasi seperti perbankan.
Regulator menilai aksi konsolidasi ini dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan sektor asuransi dan meningkatkan daya saing, peningkatan kapasitas, dan efisiensi dalam industri asuransi.
Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Dewi Astuti mengatakan bahwa ke depan industri asuransi akan mengalami konsolidasi layaknya di perbankan.
“Sepanjang konsolidasi belum terjadi di industri ini. Ke depan, apa yang terjadi di banking juga akan terjadi di asuransi,” kata Dewi dalam acara Hari Asuransi 2023 pekan lalu.
Dewi menuturkan konsolidasi akan terjadi karena adanya tuntutan dari regulator, salah satunya peningkatan persyaratan modal minimum bagi perusahaan dan kriteria lain yang harus dipenuhi.
Merujuk Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian Periode 2023–2027, jika dilihat secara global, beberapa pemain asuransi global telah melakukan merger dan akuisisi dalam beberapa tahun terakhir.
Biasanya, aksi korporasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi bisnis dan menciptakan sinergi. Merger dan akuisisi yang dilakukan para pelaku industri asuransi global juga berdampak pada struktur pasar asuransi di Indonesia.
OJK memandang konsolidasi industri asuransi bertujuan untuk memperkuat ekosistem asuransi yang efektif, efisien, sehat, dan kompetitif sekaligus mendukung perekonomian nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa saat ini Peraturan OJK (POJK) yang mengatur tentang permodalan tengah dalam proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Jadi di OJK sudah selesai dan Forum Group Discussion [FGD] dengan industri sudah selesai. Kita tinggal menunggu dari Kemenkumham sekitar 3–4 minggu. Kalau keluar, kami undangkan menjadi POJK,” ungkap Ogi dalam konferensi pers Peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian Periode 2023–2027 di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Nantinya, industri asuransi akan memiliki Kelompok perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE), yang terdiri dari KPPE 1 dan KPPE 2. Di mana, KPPE 2 akan menjadi kategori perusahaan asuransi dengan merengkuh ekuitas tertinggi.
“Kira-kira yang lebih kompleks atau high risk itu hanya dilakukan oleh KPPE 2,” jelasnya.
Bukan hanya itu, ke depan, regulator juga akan merancang Surat Edaran (SE) terkait aturan ini.
Sejatinya, pola pengelompokan KPPE ini mengikuti ranah industri perbankan yang memiliki Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Di mana, semakin tinggi level KBMI, maka memiliki semakin besar.
Ogi menjelaskan konsep ini dilakukan agar tidak membingungkan para pemain. “Jadi KPPE 2 lebih besar dari KPPE 1,” imbuhnya.
Kemudian, pemenuhan permodalan akan dibuat berjenjang, mulai dari tahap pertama 2026 dan tahap kedua yang dilakukan pada 2028.
“Jadi kalau perusahaan-perusahaan tidak mampu menambah sampai ke level KPPE 2, maka berhenti di KPPE 1,” lanjutnya.
Bukan hanya dari sisi ekuitas, OJK juga memberikan solusi kepada perusahaan asuransi yang tidak mampu menempati posisi KPPE 1, yaitu melalui Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi (KUPA).
Model pengelompokan ini pun masih merujuk model perbankan —Bank Pembangunan Daerah— yang memiliki Kelompok Usaha Bank (KUB).
“KUPA itu anggota dari perusahaan asuransi yang sudah memenuhi modal minimum. Dia harus berafiliasi dengan salah satu perusahaan asuransi yang telah memenuhi modal minimum. Itu adalah alternatifnya,” terangnya.
Ogi menekankan bahwa OJK selaku regulator tidak hanya sekadar membuat regulasi, namun juga memberikan solusi dan jalan keluar untuk industri asuransi agar terus berkembang.
Dia pun menjelaskan sejumlah regulasi ini dilakukan karena Produk Domestik Bruto (PDB) serta populasi penduduk yang besar.
Sebelumnya, Dosen/Praktisi Manajemen Risiko, dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai skema KUPA merupakan inisiatif strategis yang menjadi solusi jalan tengah jika perusahaan asuransi, reasuransi, serta asuransi dan reasuransi syariah tidak mampu memenuhi permodalan dan melaksanakan merger atau akuisisi.
“Ini langkah yang tepat karena perusahaan yang bermodal cekak akan tetap hidup dan modal akan diakui secara konsolidasi dari seluruh anggota yang bergabung, termasuk holding-nya,” kata Wahyudin kepada Bisnis, Kamis (19/10/2023).
Saat ini, Wahyudin menuturkan bahwa konsep kelompok permodalan dan KUB yang telah diimplementasikan perbankan merupakan skema yang paling mendekati untuk diterapkan juga ke sektor asuransi.
“Tentunya, sektor perbankan sudah teruji dan berpengalaman pasca tahun 1998 dan OJK juga telah mempunyai kajian yang matang dan komprehensif,” lanjutnya.
Selain pengelompokan modal inti (KPPE), Wahyudin melihat konsep KUPA sudah ada di industri asuransi seperti Indonesia Financial Group (IFG) dengan anggota Jasindo, Jasa Raharja, Jamkrindo, Askrindo, dan IFG Life.
Ada pula, Indonesia Re dengan anggota ASEI dan Reindo Syariah serta Asuransi Sinarmas dengan anggota Simas Jiwa, Simas Insurtech dan Nusantara Re.
Menurutnya, dampak KUPA bukan tidak ada konsekuensi bagi bisnis asuransi seperti pembatasan usaha antar anggota sesuai segmentasi produk dan distribusinya bahkan hanya menjual produk yang mudah saja.
“Namun ini lebih fair, transparan dan juga tetap menambah penetrasi industri,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel