Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso memproyeksikan tebaran dividen BBRI masih akan tinggi di tengah munculnya aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang di antaranya mengatur dividen bank.
Sunarso mengatakan BRI percaya bahwa semangat dari munculnya aturan OJK itu adalah menjaga keberlanjutan bisnis perbankan.
"Artinya jangan sampai bank dan pemegang saham foya-foya ambil untung dan dividen tanpa pikirkan keberlanjutan bank serta abaikan kecukupan permodalannya," katanya dalam acara Ngopi BUMN pada Kamis (26/10/2023).
Adapun, selama ini BRI bisa memenuhi kecukupan permodalan, bahkan lebih dari ketentuan minimum. "Jadi, tidak ada masalah dengan bagi dividen," ujar Sunarso.
Dia menjelaskan dari sisi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR), kondisi permodalan BRI lebih dari batas minimum. Secara internal, BRI menetapkan batas minimum CAR di level 12%. Kemudian, ditambah dengan perhitungan countercyclical risk, batas minimum jadi 17,5%.
Sementara posisi CAR BRI menurutnya berada di level 27%. Alhasil, terdapat ruang yang cukup lebar antara capaian CAR saat ini dengan batas minimumnya.
"Jika diperhitungkan, berarti sampai 5 tahun ke depan tidak layak laba BRI ditahan untuk menambah permodalan, karena modalnya besar," ujar Sunarso.
BRI sebelumnya mencatatkan dividen dengan rasio 85% dari perolehan labanya tahun buku 2022 atau senilai Rp43,5 triliun.
Apabila berkaca dalam lima tahun terakhir, tebaran dividen BRI terus meningkat. Dibandingkan dengan rasio dividen pada 2018, yakni sebesar 49%, maka terjadi peningkatan rasio tebaran dividen 36 basis poin (bps) di BRI hingga mencapai 85% pada tahun buku 2022.
Di sisi lain, OJK telah menerbitkan aturan terkait dividen yang terbuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum.
Dalam Pasal 108 POJK Nomor 17 Tahun 2023, OJK mewajibkan bank memiliki kebijakan dividen dan mengomunikasikan kebijakan dividen kepada pemegang saham. Kebijakan dividen tersebut paling sedikit memuat:
1. Pertimbangan bank dalam pembagian dividen.
2. Besaran dividen yang diberikan.
3. Mekanisme persetujuan usulan pembagian dividen.
4. Periode pengkinian kebijakan dividen.
Kebijakan dividen juga dapat memuat:
1. Kewenangan Bank untuk mengusulkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS) terkait penundaan pembayaran dividen.
2. Menghentikan pembayaran dividen yang telah disetujui.
3. Menghentikan pembayaran dividen yang diangsur atau menghentikan pembayaran dividen secara bertahap.
4. Menarik kembali pembayaran dividen kepada pemegang saham pengendali, dalam hal bank mengalami permasalahan kondisi keuangan.
Pada pasal 108 juga dijelaskan bahwa rencana pembagian dividen didasarkan atas pemenuhan hak pemegang saham dengan mengutamakan kepentingan bank dan dicantumkan dalam rencana bisnis bank.
Kemudian, dalam penetapan pembagian dividen kepada pemegang saham, bank wajib mendasarkan atas berbagai pertimbangan dari aspek eksternal dan internal. Lalu, perhitungan dividen wajib didasarkan atas kinerja profitabilitas yang dihasilkan bank dengan wajar.
Selain itu, terdapat wewenang OJK untuk menginstruksikan dan/atau memerintahkan bank untuk menunda, membatasi, dan/atau melarang pembagian dividen bank; dan/atau menyelenggarakan RUPS pembatalan terkait pembagian dividen bank.
Kewenangan OJK dilakukan dengan mempertimbangkan aspek eksternal dan internal, kondisi bank dalam upaya penguatan permodalan bank, dan/atau penanganan permasalahan bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel