Bisnis.com, JAKARTA—Simpanan valuta asing (valas) perbankan menunjukkan tren penurunan saat memasuki paruh kedua tahun 2023, bahkan jenis tabungan valas mulai mengalami perlambatan pertumbuhan. Apa penyebabnya?
Berita tentang valuta asing perbankan hingga pendanaan multifinance menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita ekonomi dan bisnis lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id. Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Jumat (27/10/2023):
1. Tren Lesu Simpanan Valas Bank di Tengah Ambrolnya Kurs Rupiah
Menurut data yang diambil dari laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), nilai penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) valas di sektor perbankan mencapai Rp1.156,4 triliun pada bulan September 2023. Porsi DPK valas ini mencapai 14,63% dari total DPK perbankan yang mencapai Rp7.900,7 triliun.
Meskipun pertumbuhan DPK valas pada September 2023 masih tercatat positif, yaitu sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/ YoY), pertumbuhan ini telah melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Pada bulan Juli 2023, pertumbuhan DPK valas masih mencapai 15,6% YoY. Namun, pada Agustus 2023, pertumbuhan tersebut sudah melambat menjadi 8,9% YoY.
Adapun, tren menurun juga terjadi pada jenis tabungan valas. Pada bulan Mei 2023, tabungan valas masih tumbuh sebesar 1,4% YoY. Namun, pada bulan Juni 2023, tabungan valas perbankan mengalami penurunan sebesar 7,3% YoY.
Tren penurunan ini berlanjut, pada bulan Juli 2023, tabungan valas kembali turun 6,4% YoY, Agustus 2023 turun 8,8% YoY, dan pada bulan September 2023, tabungan valas mengalami penurunan yang lebih signifikan lagi, mencapai 9,4% YoY.
Nilai total tabungan valas perbankan pada bulan September 2023 mencapai Rp171,5 triliun, dengan porsi 14,83% dari keseluruhan simpanan valas.
2.‘Lagu Lama’ Proyek Smelter Kembali Diputar
Sejumlah persoalan krusial yang selama ini berpotensi menghambat akselerasi program percepatan penghiliran komoditas tambang mineral kembali mencuat meskipun sempat tenggelam.
Seperti yang selalu diungkapkan pelaku usaha, Indonesia sebenarnya masih memiliki pekerjaan rumah besar terkait dengan penghiliran komoditas mineral, mulai dari produksi hingga serapan di dalam negeri.
Untuk nikel saja yang progres penghilirannya bisa dibilang lebih mapan dibandingkan dengan komoditas lainnya, nyatanya masih dihadapkan pada persoalan minimnya jumlah industri antara di dalam negeri sehingga membuat serapan produk mineral hasil olahan smelter masih rendah.
Tak hanya itu, masalah bahan baku industri smelter terutama untuk nikel ternyata juga menjadi persoalan lain yang membayangi kelangsungan industri pemurnian dan pengolahan tersebut.
Sementara itu, untuk bisa mewujudkan peningkatan nilai tambah dari produk pertambangan mineral melalui pembangunan smelter, juga bukan perkara mudah. Dibutuhkan investasi yang tidak sedikit untuk membangun satu unit smelter.
Tidak jauh berbeda, dengan masih menumpuknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, banyak pihak yang juga menyangsikan kebijakan moratorium ekspor bauksit bersih atau washed bauxite (WBx) akan terlaksana sesuai dengan harapan.
3. Menerka Komitmen Kelanjutan Proyek IKN Selepas Jokowi Turun 2024
Pembangunan megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) tahap pertama terus dikebut seiring dengan akan berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2024. Adapun pembangunan IKN terbagi dalam beberapa tahapan dengan target selesai keseluruhan pada 2045.
Sembilan bulan menjelang tenggat penyelesaian tahap pertama dan ambisi Jokowi yang akan menggelar HUT RI di IKN pada 17 Agustus 2024, progres pembangunan IKN tahap 1 dilaporkan telah mencapai 55,89%, sedangkan progres fisik pembangunan IKN tahap 2 yang telah dimulai sejak Maret 2023 lalu baru mencapai 1,14%. Alhasil, total progres pekerjaan fisik IKN secara keseluruhan mencakup tahap 1 dan 2 sebanyak 82 paket mencapai 22,16%.
Jokowi meyakini keberlanjutan pembangunan IKN akan tetap berlanjut siapapun Presidennya. Pada tanggal 29 April 2019, Jokowi memutuskan untuk memindahkan IKN keluar pulau Jawa dan dicantumkan dalam RPJMN 2020-2024.
Kepastian keberlanjutan pembangunan IKN sebagaimana tertuang dalam UU No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang resmi disahkan pada 3 Oktober 2023 lalu.
4. Manuver Ekspansi Paramount Group Jadi Pengembang Papan Atas
PT Paramount Enterprise International (PEI) induk usaha PT Paramount Land Development terus memperkuat jangkar sejumlah lini bisnis untuk menjadi pengembang papan atas dalam lima tahun mendatang.
PT Paramount Enterprise International ini lahir dari pengembangan kawasan Gading Serpong pada 2006 silam. Kawasan Gading Serpong sendiri mulai dikembangkan sejak tahun 1993 oleh Batik Keris Group yang memiliki lahan seluas 2.000 hektare.
Kala itu, Batik Keris Group bekerja sama joint venture dengan PT Summarecon Agung Tbk dalam mengembangkan Gading Serpong dengan membentuk PT Jakarta Baru Cosmopolitan. Konsep pengembangan Gading Serpong merupakan replikasi dari Kelapa Gading yang kala itu sudah sukses.
Pada 2004, untuk mempercepat pengembangan Gading Serpong, para mitra usaha PT Jakarta Baru Cosmopolitan sepakat untuk berpisah dan melakukan pembagian wilayah masing-masing 1.000 hektare. PT Summarecon Agung Tbk membentuk Summarecon Serpong dalam mengelola 1.000 hektare, sedangkan Batik Keris Group melalui perusahaan Ambasador Gading Serpong mengembangkan 1.000 hektare.
Kemudian pada 18 Desember 2006, Ambasador Gading Serpong diambil alih Paramount Lake yang kemudian rebranding menjadi PT Paramount Land Development dimana pemilik saham Ambasador dan Paramount masih memiliki hubungan kekerabatan.
5.Pendanaan Leasing Tetap Menebal Meski Jumlah Pelaku Susut
Industri leasing mencatatkan peningkatan pendanaan sepanjang 2022 untuk meningkatakan performa perusahaan. Meskipun, jumlah perusahaan pembiayaan kian menyusut lantaran tidak memenuhi ketentuan permodalan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sumber pendanaan perusahaan pembiayaan mencapai Rp301,77 triliun sepanjang 2022. Berdasarkan data tersebut, sumber pendanaan industri mengalami peningkatakan hingga 16,31% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp259,44 triliun.
Adapun pendanaan yang dimaksud berasal dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri yang bersumber dari bank atau badan usaha lainnya, penerbitan surat berharga, serta pinjaman subordinasi.
Jika diperinci, OJK menyampaikan mayoritas sumber pendanaan perusahaan pembiayaan berasal dari pinjaman dalam negeri mencapai Rp200,26 triliun pada 2022 dari tahun sebelumnya Rp147,01 triliun. Sedangkan, pinjaman luar negeri mengalami penurunan dari Rp62,9 triliun menjadi Rp52,3 triliun. Kemudian, penerbitan surat berharga menjadi Rp48,20 triliun dari tahun sebelumnya Rp48,43 triliun.
Sumber pendanaan lainnya, yaitu pinjaman subordinasi adalah Rp1,01 triliun pada 2022. Pendanaan dari sumber ini menyusut dari tahun lalu yang mampu mencapai Rp1,11 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel