Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 tak bisa dipungkiri mengubah pola kehidupan manusia di berbagai aspek, termasuk dalam bertransaksi keuangan.
Masyarakat semakin mengandalkan teknologi saat pandemi karena kontak secara fisik dibatasi. Industri perbankan pun 'dipaksa' mempercepat adaptasi digital agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi yang cepat, aman, nyaman, dan dapat dilakukan di mana saja kapan saja.
Menilik tiga tahun belakangan atau berbarengan dengan masa pandemi, bank-bank berbasis teknologi bermunculan di Indonesia. Bank yang kerap disebut bank digital itu menawarkan fitur-fitur canggih dalam aplikasi yang bisa diakses melalui telepon pintar.
Hal itu pun semakin mempermudah masyarakat dalam bertransaksi keuangan karena teknologi digital, terutama smartphone, saat ini telah menjadi teman akrab bagi manusia modern, yang menemani sejak bangun tidur hingga istirahat pada malam hari.
Kehadiran bank-bank digital tersebut merupakan sebuah kesadaran kolektif para bankir dan pelaku IT untuk berkolaborasi menghadirkan solusi keuangan digital bagi masyarakat.
Tidak hanya untuk menjawab kebutuhan transaksi keuangan masa kini, bank digital juga mengusung semangat untuk memperluas keterjangkauan akses keuangan ke kelompok masyarakat yang belum terjangkau oleh perbankan atau lembaga keuangan formal.
Sebagai informasi, Bank Dunia melaporkan sebanyak 97,74 juta jiwa penduduk Indonesia masuk ke kategori unbanked pada 2021. Jumlah ini merupakan yang terbesar keempat di dunia.
Oleh karena itu, perlu dipahami kelahiran bank digital bukan semata persaingan bisnis ataupun upaya untuk mendisrupsi bank-bank konvensional yang telah ada saat ini. Kehadiran bank digital justru dapat mengisi dan melengkapi peran antarbank untuk menjangkau lebih banyak masyarakat.
Arief Harris Tandjung, Direktur Utama Bank Jago, menyampaikan perseroan optimistis masa depan bank digital di Indonesia cukup prospektif, sejalan dengan potensi ekonomi digital yang semakin berkembang.
Terlebih, segmen nasabah yang belum terlayani secara digital juga sangat besar, sehingga peluang bank digital untuk melayani segmen tersebut terbuka lebar.
"Kami membangun sebuah bank yang menggabungkan cara digital dengan fundamental keuangan yang kuat," ujarnya, Jumat (27/10/2023).
Dengan membangun kolaborasi, bank bisa memiliki kesempatan untuk hadir sebagai penyedia transaksi keuangan di berbagai platform digital yang banyak digunakan oleh masyarakat.
Hal ini lah yang disadari oleh Bank Jago, yang merupakan salah satu pionir bank berbasis teknologi (tech-based bank) di Indonesia.
Dengan fundamental dan permodalan yang kuat, bank dengan kode ticker ARTO ini dirancang khusus untuk dapat tertanam dalam ekosistem (embedded in ecosystem), sebagai bentuk komitmennya dalam mengedepankan inovasi dan kolaborasi. Model bisnis ini bertujuan untuk memperluas akses layanan keuangan dan mewujudkan aspirasi Bank Jago, yakni meningkatkan kesempatan tumbuh berjuta insan melalui solusi finansial digital yang berfokus pada kehidupan.
"Sebagai bank, kami memiliki lisensi perbankan penuh dengan menggunakan cara digital dan berbasis teknologi dalam melakukan berbagai proses dan menyediakan layanannya. Model bisnis ini memungkinkan Jago menjangkau nasabah secara online, tanpa harus nasabah datang ke kantor" kata Arief.
Saat ini, aplikasi Jago telah tertanam dalam beberapa ekosistem, antara lain Goto, reksa dana online Bibit, Sekuritas Stockbit, dan BFI Finance. Tak hanya itu, Bank Jago juga aktif membangun kemitraan dengan berbagai ekosistem dan platform digital, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.
Kolaborasi ekosistem digital tersebut mampu mendukung pertumbuhan bisnis Bank Jago, yang terlihat dari jumlah pengguna.
Per September 2023, jumlah nasabah Bank Jago telah menembus angka 9 juta, termasuk 7,4 juta nasabah pengguna Aplikasi Jago. Jumlah nasabah ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan 6,9 juta nasabah pada akhir tahun 2022.
Meski berbasis digital, Bank Jago tetap mengikuti ketentuan perbankan dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian serta keamanan data dan dana nasabah.
"Di sisi lain kami menjaga fundamental sebagai perbankan tetap kuat dengan pengelolaan kinerja keuangan (balance sheet), likuiditas, dan permodalan yang solid serta memiliki manajemen risiko, kepatuhan, dan tata kelola yang baik," tutup Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel