Bisnis.com, JAKARTA — Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) telah merangkak naik 25 basis poin (bps) ke level 6%. Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Darmawan Junaidi membeberkan dampaknya bagi kinerja bank.
Naiknya suku bunga acuan telah diumumkan BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 18 Oktober 2023 dan 19 Oktober 2023. Kenaikan ini merupakan yang pertama kali setelah BI menahan suku bunga acuan pada level 5,75% selama 8 bulan terakhir. Jika dikalkulasikan, suku bunga acuan BI telah naik 250 bps sejak pertengahan tahun lalu.
Darmawan mengatakan kebijakan kenaikan suku bunga BI merupakan langkah preemptif dari otoritas moneter sebagai antisipasi fluktuasi kenaikan suku bunha The Fed. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan dilakukan guna menjaga stabilitas nilai tikar rupiah.
Adapun, perbankan akan merasakan dampak dari kenaikan suku bunga acuan itu. Meskipun, menurut Darmawan kinerja keuangan masih akan moncer.
"Ekonomi Indonesia kita optimistis mempunyai ruang pertumbuhan yang terbuka, bisnis akan tetap tumbuh, bank juga punya likuiditas yang cukup untuk menopang ekspansi kredit," katanya dalam paparan kinerja kuartal III/2023 pada Senin (30/10/2023).
Apalagi, terdapat kebijakan insentif dari regulator seperti pengurangan giro wajib minimum (GWM) untuk penyaluran kredit ke sektor prioritas. "Ini [insentif] akan tambah likuiditas perbankan. Selain itu, berpotensi mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas," ujarnya.
Ia memperkirakan kredit perbankan masih bisa tumbuh sampai 9%. "Bank Mandiri optimistis kredit berkinerja baik pada 2023. Ini tetap dengan strategi fokus garap ruang nasabah yang didukung digitalisasi menyeluruh pada bisnis Bank Mandiri," kata Darmawan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badaruddin mengatakan dalam menghadapi tren suku bunga tinggi, perseroan sendiri akan selektif menjalankan repricing suku bunga dana dan kredit. "Portofolio tidak terdampak suku bunga, kami akan lakukan eksekusi early warning secara proaktif. Secara early ketika ada debitur-debitur yang mengalami penurunan kinerja kami lakukan antisipasi seperti restrukturisasi lebih awal," tutur Siddik.
Sebelumnya, Peneliti Lembaga ESED dan Praktisi Perbankan BUMN Chandra Bagus Sulistyo mengatakan tren suku bunga tinggi akan berdampak pada penyaluran kredit akan menurun. Bahkan, ia memprediksi pertumbuhan kredit perbankan hanya akan berada di single digit di bawah 9%.
“Biaya KPR [kredit pemilikan rumah], KKB [kredit kendaraan bermotor] hingga pinjaman akan bengkak, pengetatan monetary ini bakal membuat tingkat suku bunga acuan di perbankan dana lembaga keuangan konvensional akan membengkak, sehingga biaya kredit ke bank lebih mahal,” ucapnya pada Bisnis.
Direktur Segara Research Institut Piter Abdullah mengatakan tren suku bunga tinggi juga diperkirakan akan lebih cepat mendorong kenaikan suku bunga deposito, memaksa bank menekan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan.
“Kenaikan suku bunga acuan juga berpotensi menaikkan suku bunga kredit untuk kredit baru. Dampaknya penyaluran kredit akan terhambat,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel