Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menyebut permasalahan yang menyelimuti industri jaminan hari tua salah satunya berkaitan dengan produk anuitas perusahaa asuransi jiwa. Produk anuitas yang dibeli dana pensiun untuk pesertanya dari perusahaan asuransi jiwa sebagian diterbitkan oleh perusahaan yang kini mengalami gagal bayar.
Direktur Eksekutif ADPI Budi Sulistijo mengatakan dengan adanya perusahaan asuransi jiwa yang bermasalah, peserta dana pensiun jadi dirugikan. Pasalnya pembayaran anuitas terhenti sehingga manfaat tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan cenderung berkurang.
“Jadi, dana pensiun terdampak oleh adanya perusahaan asuransi [jiwa] bermasalah,” kata Budi kepada Bisnis, Rabu (1/11/2023).
Produk asuransi anuitas adalah produk perusahaan asuransi jiwa yang memberikan pembayaran berkala kepada peserta yang telah mencapai usia pensiun ataupun janda/duda dan/atau anak peserta untuk jangka waktu seumur hidup atau jangka waktu tertentu.
Budi tidak merinci perusahaan asuransi yang memberi beban kepada industri dana pensiun dimaksud. Meski demikian dalam catatan Bisnis, perusahaan asuransi jiwa yang tengah bermasalah seperti Jiwasraya, Wanaarthalife, hingga Kresna Life. Sedang dalam persoalan gagal bayar ada AJB Bumiputera 1912 dan Indosurya Life.
Terdampaknya industri dana pensiun atas keberadaan perusahaan asuransi bermasalah ini tidak lepas dari jumlah penyedia produk anuitas yang terbatas. Sementara, dalam regulasi sebelumnya manfaat hari tua peserta sebagian diarahkan untuk membeli produk asuransi anuitas oleh regulator jika dana pensiunnya lebih dari Rp500 juta saat pencairan.
“Asuransi jiwa yang memiliki produk anuitas sangat terbatas, sehingga dana pensiun dalam hal ini peserta tidak memiliki pilihan yang cukup dalam menentukan asuransi jiwa yang sesuai [dan akhirnya membeli di perusahaan asuransi jiwa yang kini bermasalah],” ungkapnya.
Regulasi terbaru yang memberi ruang dana pensiun PPIP melaksanakan pembayaran manfaat secara berkala, Budi menuturkan baru beberapa dana pensiun yang memiliki produk anuitas.
“Sehingga permasalahan ini masih akan muncul selama belum adanya asuransi jiwa yang cukup baik dalam mengelola produk anuitas, karena manfaat pensiun merupakan penghasilan yang sangat diperlukan bagi peserta yang telah bekerja sekian lama,” tuturnya.
Berkaca dari permasalahan yang menimpa industri dana pensiun, Budi memandang perlu adanya pengawasan dan pembinaan yang cukup kepada perusahaan asuransi jiwa yang memiliki produk anuitas agar kesinambungan penghasilan peserta tetap dapat dinikmati sesuai dengan haknya.
“Perlu dikaji ketentuan terkait dengan pembayaran berkala dan kendala apa yang dihadapi mengapa dana pensiun belum melaksanakan pembayaran berkala atau sudah melaksanakan namun belum sesuai dengan target yang diharapkan,” tandasnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap adanya keterkaitan antara perusahaan asuransi yang bermasalah dengan dana pensiun bermasalah.
“Itu ada keterkaitan hubungan kepengurusan kepemilikan dan itu harus diselesaikan secara bersama-sama antara asuransi dan dana pensiun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Oktober 2023 secara virtual, dikutip Kamis (2/11/2023).
Adapun saat ini, Ogi mencatat terdapat 12 dana pensiun dalam pengawasan khusus OJK. Perinciannya, 2 dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dan 10 dana pensiun pemberi kerja (DPPK). Dari 12 dana pensiun tersebut, sebanyak 7 dana pensiun dimiliki oleh pendiri BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel