Industri Rokok Terancam, Produsen Ingin Tembakau Dicoret dari RPP Kesehatan

Bisnis.com,02 Nov 2023, 12:54 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Kegiatan pekerja sebuah pabrik rokok kretek di Kabupaten Bantul, Yogyakarta./ JIBI-Desi Suryanto

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) meminta pemerintah untuk segera memisahkan aturan tentang industri hasil tembakau (IHT) dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana dari UU No. 17/2023.

Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi mengatakan IHT tidak selayaknya bersanding dalam klaster kesehatan dan dikelompokkan dengan zat adiktif. Menurutnya, industri ini jelas berbeda dari kefarmasian hingga pelaku kepentingannya pun berbeda.

"Kami minta itu dipisah dari pembahasan RPP kesehatan keseluruhan, bukan kami tidak mau diatur, selama ini pun kami diatur melalui RPP 109/2012 yang sangat ketat sampai produksi turun terus," kata Benny, Kamis (2/11/2023). 

Tak hanya perbedaan karakteristik industri, pemisahan kebijakan tembakau dengan RPP Kesehatan ini perlu dilakukan karena didalamnya terdapat pelarangan iklan rokok yang dapat melemahkan industri tembakau dalam negeri.

Menurut Benny, wacana tersebut tercantum dalam UU 17/2023 yang semestinya berfungsi sebagai regulasi pengendaian. Namun, yang terjadi justri lebih banyak larangan untuk men-display rokok hingga larangan iklan rokok.

"Kami merasa itu terlalu berlebihan karena rokok itu produk legal sesuai dengan beberapa keputusan dari mahkamah konstitusi," ujarnya.

Benny menjelaskan, pelaku industri rokok dipaksa untuk menaati sederet peraturan yang ada, bukan dari sisi non-cukai saja seperti pelarangan iklan ini, tetapi juga dari sisi cukai. Hal ini menurutnya membuat IHT dijepit oleh dua sisi regulasi yang kuat.

Di sisi cukai, pemerintah juga telah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen untuk 2023 dan 2024 yang harus ditaati oleh pelaku usaha sektor ini.

Gaprindo memperkirakan penurunan produksi industri hasil tembakau (IHT) tahun 2023 imbas kenaikan tarif cukai tembakau 10% pada 2023 dan 2024. Total produksi 2023 yang diperkirakan sekitar Rp300 miliar atau turun sekitar 10% dari Rp330,1 miliar pada 2022.

"Penurunannya ini karena cukai naik, otomatis harga jual eceran rokok naik sementara konsumen daya belinya lemah," tuturnya.

Menurut Benny, kenaikan harga jual rokok di pasaran membuat konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah. Hal ini yang membuat produk Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami pertumbuhan positif.

Lebih lanjut, Benny menggambarkan kontraksi kinerja IHT yang tercerminkan dari pembelian cukai. Dia mencatat pembelian cukai pada semester I/2023  sebesar Rp139,4 miliar atau turun 9% dari Rp153,1 miliar pada semester I/2022.

"Sudah barang tentu kenaikan cukai 10% kami anggap ketinggian ditengah ekonomi dan daya beli masyarakat yang masih belum pulih," pungkasnya.

Sebelumya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo membenarkan RPP Kesehatan yang tak kunjung dirampungkan itu dapat menekan industri tembakau.

"Hal ini juga membuat beberapa produsen untuk memenuhkan permintaan cenderung menghabiskan persediaan yang ada daripada meningkatkan produksi. Jadi para pelaku usaha ini wait and see perkembangan dari RPP ini," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini