Bisnis.com, JAKARTA — Terkereknya suku bunga acuan BI-7 days reverse repo rate (BI7DRR) atau BI rate menjadi 6% pada Oktober 2023 perlu diantisipasi pemain industri asuransi di dalam negeri.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kenaikan BI rate ke level 6% akan meningkatkan yield surat berharga negara (SBN). Imbasnya, ini akan berdampak pada penurunan nilai aset investasi perusahaan asuransi, khususnya investasi pada SBN yang dimiliki saat ini.
Kendati demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa secara umum kondisi investasi asuransi masih cukup dapat menyerap risiko kenaikan BI rate. Menurut Ogi, kenaikan BI rate secara terus-menerus masih dapat ditolerir selama kenaikan tidak terlalu drastis.
“Namun, hal ini akan mempengaruhi likuiditas pasar dalam kurun waktu tertentu, yang mungkin dapat berpengaruh kepada kinerja industri asuransi,” kata Ogi dalam jawaban tertulis, dikutip pada Selasa (7/11/2023).
Pasalnya, Ogi memandang pelaku industri asuransi asuransi cenderung akan bersikap wait and see. Selain faktor kenaikan suku bunga, imbuh Ogi, perlu perhatian terhadap kondisi geopolitik dan terjadinya konflik di timur tengah, yang kemungkinan akan memiliki pengaruh terhadap perkenomian global.
Selain itu, Ogi juga mengingatkan perkembangan kondisi ekonomi China dan peningkatan harga komoditas dan pangan dunia yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan pergerakan pada pasar keuangan.
“Sehingga untuk jangka waktu menengah perlu diwaspadai kenaikan risiko investasinya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menjelaskan kenaikan suku bunga acuan BI tidak serta-merta mengubah strategi investasi di perusahaan asuransi jiwa.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan dampak dari kenaikan BI rate akan membuat pendapatan investasi deposito naik. Di sisi lain, nilai obligasi menjadi turun. Hal ini mengingat perusahaan asuransi jiwa berinvestasi pada instrumen obligasi dan deposito.
“Jadi sebetulnya naik turunnya ini [BI rate] bagi kebanyakan perusahaan asuransi jiwa kira-kira sesuatu yang sudah sering kejadian dan tidak serta-merta membuat panik,” kata Budi pada akhir Oktober 2023.
Budi menyebut dampak kenaikan BI rate akan memicu penurunan harga saham. Begitu pula dengan obligasi yang diproyeksi turun. Namun secara keseluruhan, lanjut Budi, pendapatan investasi dan kebijakan investasi tidak serta-merta terpengaruh.
“Yang mungkin akan pengaruh adalah kalau terus-menerus naik [BI rate] dalam kuartal-kuartal ke depan, itu mungkin banyak perusahaan asuransi akan me-review lagi kebijakan investasi,” ujarnya.
Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyampaikan dampak langsung atas kenaikan BI rate belum terasa di industri asuransi untuk saat ini. Namun, hal ini akan berkaitan antara pertumbuhan perekonomian dan pertumbuhan bisnis asuransi, sehingga sedikit banyak pasti akan ada dampaknya.
Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwiyanto menuturkan kenaikan BI rate akan langsung dirasakan dengan barang-barang atau komoditas impor yang dibayarkan dengan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga harga merangkak naik.
Ditambah dengan kenaikan BI rate, Bern menilai maka akan banyak orang yang mengambil posisi menahan pembelian.
“Dengan kenaikan harga dan pembelian yang kemungkinan juga akan turun, maka ini pastinya turut mempengaruhi pendapatan asuransi dari premi,” kata Bern kepada Bisnis.
Bukan hanya itu, pengamat juga menyebut kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada lini asuransi kredit, asuransi kendaraan bermotor, hingga menjalar ke asuransi properti.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim mengatakan kenaikan tingkat bunga merupakan salah satu langkah untuk mengurangi jumlah uang beredar sehingga dapat mengurangi laju inflasi.
“[Kenaikan BI rate] tentu saja akan berdampak kepada pertumbuhan asuransi kredit dan asuransi properti, karena semakin mahalnya biaya bunga pinjaman baru,” kata Abitani kepada Bisnis, Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut, Abitani menjelaskan kenaikan premi asuransi kredit bisa terjadi apabila kenaikan bunga pinjaman melampaui toleransi perubahan tingkat bunga pinjaman yang telah ditentukan pada saat penetapan tarif premi.
Adapun untuk memitigasi dampak kenaikan BI rate, Abitani menyarankan agar perusahaan asuransi sebaiknya melakukan stress testing secara teratur dan pada saat terjadi perubahan tingkat bunga acuan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel