Bisnis.com, JAKARTA – Partisipasi perempuan di peran-peran kepemimpinan sektor jasa keuangan, seperti teknologi finansial (fintech) tergolong masih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Padahal, peran perempuan tergolong besar.
Managing Director Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aries Setiadi mengatakan berdasarkan data AFTECH pada 2023, hanya ada 16% dari keseluruhan Chief Executive Officer (CEO) di perusahaan fintech seperti pinjaman online (pinjol) hingga dompet digital di Indonesia. Adapun, perempuan yang masuk sebagai founder fintech di Indonesia hanya mencapai 22,7%.
Proporsi board of director (BoD) perempuan di perusahaan fintech di Indonesia pun tergolong rendah. Sebanyak 64% penyelenggara fintech di Indonesia bahkan memiliki porsi keterwakilan perempuan di BoD kurang dari 10%.
Padahal, menurut Aries peran perempuan di jajaran petinggi fintech itu tergolong besar. "Keterwakilan perempuan itu penting di fintech.
Dengan adanya pemahaman perempuan, fintech dapat meningkatkan kinerja hingga inovasi sektor keuangan," kata Aries dalam dialog publik yang digelar Women’s World Banking dan Kementerian Perempuan dan Pemberdayaan Anak pada Kamis (9/11/2023) di Jakarta.
Dalam survei AFTECH, 53,3% penyelenggara fintech menilai bahwa urgensi pasar perempuan cukup penting. Sementara 30,7% penyelenggara fintech menilai urgensi pasar perempuan sangat penting. Selain itu, survei AFTECH menunjukan 39,23% transaksi fintech disumbang dari kalangan perempuan.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks inklusi dan literasi keuangan perempuan pun terus bertumbuh. Pada 2022, tingkat inklusi keuangan perempuan mencapai 83,88% dibandingkan pada 2019 sebesar 75,15%.
Lalu, tingkat literasi keuangan perempuan mencapai 50,33% pada 2022, naik dibandingkan posisi 2019 sebesar 36,13%. Bahkan literasi keuangan perempuan pada 2022 mengalahkan tingkat literasi keuangan laki-laki di level 49,05%.
Komisioner DANA Indonesia Chrisma Albandjar mengatakan penyelenggara fintech mesti mendorong keterlibatan perempuan di jajaran petingginya. Sementara, upaya untuk mendorong kepemimpinan perempuan tidak dapat dilakukan secara reaktif.
Praktik dan kebijakan perlu dirancang dari awal untuk memastikan aksi yang diambil memang berdampak nyata dan positif untuk perempuan. “Perempuan dan laki-laki berbeda dan memiliki kebutuhan yang berbeda. Tempat kerja memang harus by design merancang langkah yang tepat untuk memastikan partisipasi dan kepemimpinan perempuan," katanya.
Di DANA sebagai penyelenggara fintech pembayaran, 35% dari 900 tenaga kerja adalah perempuan. Dari 600 programmer, hanya 10% perempuan. "Menyadari hal ini, perusahaan memang perlu secara sadar membuat strategi untuk mendorong perempuan mengisi peran-peran yang selama ini diidentikkan sebagai sektor laki-laki,” ujarnya.
Potensi Kehadiran Perempuan
Kepala Grup Pengembangan UMKM dan Keuangan Inklusif, Bank Indonesia (BI) Elsya MS Chani juga mengatakan jika gander gap antara perempuan dan laki-laki teratasi, maka potensial meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebab perempuan mempunyai kontribusi besar ke berbagai sektor ekonomi.
Saat ini, dari 278,7 juta penduduk di Indonesia, 49,5% di antaranya merupakan perempuan. Lalu, dari jumlah perempuan di Indonesia itu, 69% di antaranya berada di usia produktif.
“Dengan meningkatkan kesetaraan gender bisa menaikan potensi PDB [produk domestik bruto],” ujarnya.
Menurutnya, potensi peningkatan PDB Indonesia pada 2025 apabila mengupayakan kesetaraan gender mencapai 9%. Peningkatan PDB ini didapat dari peningkatan partisipasi angkatan kerja, peningkatan waktu kerja, hingga peningkatan produktifitas perempuan.
“Karakter perempuan yang melindungi, perhatian detail, kemampuan multitasking juga jadi nilai lebih,” ujar Elsya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel