Bisnis.com, JAKARTA — Piutang pembiayaan alat berat leasing atau multifinance mengalami pergerakan yang fluktuatif selama lima tahun terakhir, sejak Agustus 2019–Agustus 2023. Dalam periode ini, kontraksi terdalam terjadi pada Agustus 2020 dengan penurunan sebesar 16,62% yoy menjadi Rp30,93 triliun.
Penurunan berlanjut hingga Agustus 2021 yang menyusut 12,69% yoy menjadi Rp27 triliun. Namun, piutang pembiayaan alat berat menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan 28,16% yoy menjadi Rp34,61 triliun pada 2022. Sayangnya, pertumbuhan alat berat melambat menjadi 18% yoy pada delapan bulan pertama 2023.
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) memproyeksikan pembiayaan alat berat akan turun hingga akhir tahun, seiring dengan investasi alat berat yang sudah dilakukan pada 2020–2022.
Meski demikian, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menyebut naik turunnya penjualan alat berat merupakan tren yang normal. Umumnya, Suwandi menuturkan rata-rata pergantian alat berat dilakukan antara 3 tahun–4 tahun sekali.
“Sewaktu terjadi peningkatan dengan harga yang tambang naik, tentu ini bisa menyebabkan permintaan alat berat akan tinggi. Tapi pada saat sudah cukup banyak dibeli, tentu mereka produksi dulu. Nanti kalau saat alatnya sudah tua, baru mereka ganti,” kata Suwandi saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/11/2023).
Suwandi mengatakan bahwa melambatnya pertumbuhan piutang pembiayaan alat berat ini dipicu oleh harga komoditas yang lesu. Namun, lesunya harga komoditas tidak serta-merta mempengaruhi perlambatan penjualan alat berat.
“Kalau harga terus bagus dan tinggi, pasti mungkin bisa juga orang beli alat berat lagi untuk menambah armada. Tetapi tidak secara linier, harga turun maupun naik, orang tetap menambang,” ujarnya.
Untuk tahun depan, Suwandi melihat permintaan pembiayaan alat berat di industri perusahaan pembiayaan (multifinance) masih tetap ada, tetapi diproyeksi akan cenderung turun.
“Kemungkinan bisa sama atau turun sedikit 10%, tetapi saya juga belum dapat prediksinya, tetapi mungkin bisa terjadi penurunan sedikit. Tapi permintaan masih ada untuk tahun depan,” ungkapnya.
Suwandi mengatakan bahwa harga komoditas masih menjadi tantangan bagi pemain leasing dalam menyalurkan pembiayaan alat berat. Kedua, melihat kasus per kasus dari lokasi menambang.
“Kita harus melihat lebih dalam para debitur-debitur yang mau bekerja dengan membeli alat-alat itu seperti apa,” imbuhnya.
Tantangan berikutnya adalah para buyer yang sudah peduli akan lingkungan hijau atau green financing, sehingga pemain leasing harus melihat secara selektif calon pembeli.
“Tantangan lebih kepada bisnis, proyeknya seperti apa, di mana dikerjakan, buyer, masalah lingkungan atau masalah sustainable financing-nya,” pungkasnya.
Piutang Pembiayaan Alat Berat
Periode |
Piutang Pembiayaan Alat Berat |
Growth (yoy) |
Agustus 2023 |
Rp40,84 triliun |
18,00% yoy |
Agustus 2022 |
Rp34,61 triliun |
28,16% yoy |
Agustus 2021 |
Rp27 triliun |
-12,69% yoy |
Agustus 2020 |
Rp30,93 triliun |
-16,62% yoy |
Agustus 2019 |
Rp37,1 triliun |
2,89% yoy |
Sumber: Statistik OJK, diolah
Berdasarkan Statistik Lembaga Pembiayaan yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), piutang pembiayaan alat-alat berat mengalami pertumbuhan sebesar 18% yoy pada Agustus 2023. Nominal piutangnya naik dari Rp34,61 triliun pada Agustus 2022 menjadi Rp40,84 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Meski secara nominal tumbuh, piutang pembiayaan alat berat mengalami pertumbuhan melambat jika dibandingkan dengan Agustus 2022 yang mampu tumbuh 28,16% yoy atau sebesar Rp34,61 triliun.
OJK mencatat porsi pembiayaan alat berat hanya mengambil kue sebesar 8,51% dari total piutang pembiayaan yang mencapai Rp479,94 triliun pada delapan bulan pertama 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel