Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa aturan terkait penghapusbukuan dan penghapus tagihan kredit macet di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) saat ini masih digodok pemerintah. Di tengah bergulirnya aturan itu, sejumlah bank pelat merah mencatatkan peningkatan nilai hapus buku kredit macetnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan aturan hapus buku kredit macet UMKM masih dalam proses. "Temen-teman di pemerintahan sekarang sedang menyusun itu," kata Dian dalam acara The Finance Executive Forum pada beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dian mengatakan wacana hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM berkembang seiring dengan adanya ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk merespons kesulitan bank BUMN atau bank miliki pemerintah dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.
Khusus bagi bank BUMN, penghapus bukuan kredit UMKM bukan lagi menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Dia juga mengatakan hapus buku dan hapus tagihan kredit macet UMKM sebetulnya sudah ada best practice di perbankan pada umumnya. Sementara, tidak semua kredit macet UMKM akan dihapus.
"Ada ketentuan yang mesti dijalankan secara prudensial, termasuk pemenuhan CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai] untuk menutup kerugian itu," katanya.
Dia juga menilai aturan hapus buku kredit macet UMKM tidak akan menimbulkan moral hazard. "Ada sistem monitoring bank untuk memastikan bahwa orang ini benar-benar bukan ngemplang, tapi karena dia dipengaruhi krisis Covid-19," ujar Dian.
Seiring bergulirnya aturan hapus buku kredit macet UMKM, sejumlah bank pelat merah atau himpunan bank milik negara (Himbara) mencatatkan peningkatan besaran nilai hapus buku kredit macet mereka.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya telah menghapus bukukan kredit macet sebanyak Rp24,5 triliun pada September 2023, naik dibandingkan per September 2022 sebesar Rp15,2 triliun.
"Kredit macet yang dihapusbukukan karena Covid dan tidak mengganggu laba," kata Direktur BRI Sunarso dalam paparan kinerja pada beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Sunarso juga mengatakan kebijakan penghapus bukuan dan penghapus tagihan dapat membantu segmen UMKM lebih berani mengakses pendanaan.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) Sunarso/Istimewa
Kebijakan itu juga akan mendorong pertumbuhan kredit yang diproyeksikan pemerintah dapat mendorong roda perekonomian di tataran pelaku ekonomi akar rumput.
Dia mengatakan bahwa segmen UMKM khususnya mikro dan ultra mikro masih memiliki peluang besar dalam pembiayaan. Namun, saat ini masih ada masalah peminjaman dan tidak terbayar di UMKM.
“Maka butuh policy seperti rencana pemerintah tersebut, sehingga akan menambah daya jelajah dan konsumsi kredit UMKM di masa yang akan datang," kata Sunarso.
Selain BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan peningkatan nilai hapus buku kredit macet pada kuartal III/2023 sebesar Rp10,06 triliun, dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp8,62 triliun.
Lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan nilai hapus buku kredit macet sebesar Rp12,6 triliun pada kuartal III/2023, naik dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp10,1 triliun.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badaruddin mengatakan opsi hapus tagih kredit macet UMKM digulirkan agar UMKM bisa memulai kembali usahanya dan lebih sehat. Namun, menurutnya diperlukan ketentuan turunan agar proses hapus buku dan hapus tagih berjalan tertib.
"Selain itu yang terpenting adalah upaya menghindari potensi moral hazard. Hapus buku serta hapus tagih ditentukan ke debitur yang benar-benar berusaha keras restrukturisasi, tetapi belum membuahkan hasil," katanya dalam paparan kinerja Bank Mandiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel