Tips Investasi di P2P Lending agar Tak Boncos dan Dulang Cuan

Bisnis.com,02 Des 2023, 12:10 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ilustrasi P2P lending atau pinjaman online (pinjol)/Samsung.com

Bisnis.com, JAKARTA - Menjadi pendana alias lender pada platform teknologi finansial pendanaan bersama (fintech P2P Lending) bukan aktivitas yang pasti mendatangkan cuan. Lantas, bagaimana tips agar uang tetap aman dan tak boncos?

Sebagai informasi, platrorm Investree yakni PT Investree Radhika Jaya merupakan salah satu P2P Lending yang tengah menjadi sorotan karena dikeluhkan beberapa lender-nya akibat telat bayar dari para peminjam (borrower).

Baru-baru ini, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi pun mengakui terdapat beberapa borrower yang telat bayar atau macet, di mana mayoritas merupakan pelaku usaha yang belum pulih dari pandemi Covid-19.

"Sebagian berhasil bangkit, sebagian belum," ungkap Adrian dalam pemberitaan Bisnis.com sebelumnya.

Menurut Adrian, mayoritas segmen pelaku usaha yang belum berhasil pulih berasal dari industri garmen dan tekstil, minyak dan gas, serta konstruksi. 

Tips Tetap Raih Cuan di Investasi P2P Lending

Menanggapi maraknya kasus gagal bayar di platform P2P Lending, Perencana Keuangan dari Finante.id Sayoga R. Prasetyo membenarkan bahwa isu keterlambatan bayar sebenarnya tak sepenuhnya merupakan kesalahan borrower.

Terlebih, platform P2P Lending hanya menjadi wadah mempertemukan lender dengan borrower, di mana para lender bisa memilih sendiri bagaimana kriteria borrower sesuai preferensi masing-masing. 

"P2P lending kurang cocok untuk orang dengan profil risiko konservatif. Karena risikonya cukup tinggi, meskipun imbal hasilnya pun tinggi," ujar Sayoga kepada Bisnis, Sabtu (2/12/2023).

Sebagai contoh, pada beberapa kasus telat bayar lender di platform P2P Lending, termasuk di Investree, ternyata kebanyakan borrower telat bayar itu memang telah ditampilkan memiliki profil risiko tinggi, sehingga bunga yang ditawarkan juga lebih tinggi ketimbang borrower dengan profil risiko rendah. 

Artinya, hal ini juga merupakan risiko dari para lender yang memilihnya secara sukarela, baik karena tidak cermat melihat profil risiko, atau hanya karena tergiur penawaran bunga yang lebih tinggi.

"Oleh sebab itu, pilih platform P2P Lending dengan informasi paling komplit mengenai borrower. Misal, lender tertarik memberikan pinjaman produktif, alias borrower-nya adalah sebuah perusahaan, maka pastikan lihat informasi highlight keuangan perusahaan borrower itu," tambahnya. 

Sayoga menekankan para lender agar utamanya memperhatikan laba bersih dari usaha borrower, serta bagaimana rasio utangnya terhadap total aset. Menurutnya, lender baiknya menghindari memberikan pinjaman kepada suatu borrower yang punya utang terbilang tidak wajar, apabila dibandingkan total aset usahanya.

"Perhatikan pula sejarah pinjaman si borrower itu. Jika histori pinjaman borrower terlihat mencurigakan, bahkan sering sekali terlambat bayar, maka itu sudah menjadi red flag agar lender mencari borrower lain yang histori pinjamannya lebih bagus," tutupnya. 

Selain itu, lakukan diversifikasi lewat memilih beberapa borrower dengan profil risiko dan jenis usaha yang berbeda. Jangan hanya menaruh uang secara penuh kepada satu borrower

Terakhir, pantau terus bagaimana tingkat keberhasilan bayar 90 hari (TKB90) dari platform P2P Lending terkait. Apabila angkanya kurang dari 90 persen, artinya keterlambatan bayar mencapai 10 persen dari total, sehingga mengindikasikan P2P Lending tersebut terbilang kurang cermat memilih borrower apik untuk ditawarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini