Likuiditas Ketat Bank Digital saat Simpanan Masyarakat Melambat

Bisnis.com,03 Des 2023, 19:59 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Ilustrasi likuiditas bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA -- Likuiditas perbankan semakin ketat di tengah tren simpanan yang lesu. Lantas, bagaimana kondisi bank-bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dan PT Allobank Indonesia Tbk. (BBHI) yang terkenal memiliki rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) tinggi atau likuiditas ketat?

Mengacu data Bank Indonesia (BI), laju simpanan nasabah di bank atau dana pihak ketiga (DPK) mengalami tren pelambatan pada Oktober 2023, berbeda kondisi dengan penyaluran kredit yang kian bertumbuh jelang akhir tahun.

Raupan DPK bank memang tumbuh 3,43% secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober 2023. Namun, pertumbuhan DPK pada Oktober 2023 merosot dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada bulan sebelumnya atau September 2023 sebesar 6,54% yoy.

Sementara laju kredit kian menanjak pada Oktober 2023. Tercatat, kredit perbankan pada Oktober 2023 tumbuh 8,99% yoy setelah bulan sebelumnya atau September 2023 tumbuh 8,96%.

Hal tersebut memicu kekhawatiran likuiditas yang ketat di industri. Apalagi, bagi bank digital yang memiliki likuiditas ketat, terlihat dari LDR tinggi.

Sebagai informasi, rasio LDR menunjukkan kondisi atau tingkat likuiditas suatu bank. Semakin tinggi LDR bank, maka semakin ketat likuditasnya. Sebaliknya, semakin kecil LDR, maka semakin longgar likuiditas bank.

Salah satu bank digital yakni Bank Jago misalnya mencatatkan LDR di level 105,33% pada September 2023. Level LDR bank digital besutan konglomerat Jerry Ng ini berada di atas ambang batas 78%-92%.

Meski begitu, di tengah tren kekhawatiran likuiditas ketat akhir tahun, Bank Jago mencatatkan LDR yang melandai. Level LDR 105,33% pada September 2023 itu susut 635 basis poin (bps) secara tahunan (year on year/yoy) atau dibandingkan LDR pada September 2022 di level 111,68%.

Direktur Utama Bank Jago Arief Harris Tandjung mengatakan posisi likuiditas Bank Jago saat ini masih aman. "Hal ini tidak lepas dari tingginya permodalan kami," katanya dalam public expose pada beberapa waktu lalu.

Bank Jago memiliki modal inti tier 1 sebesar Rp6,96 triliun. Adapun, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) Bank Jago di level 71,33%.

Arief juga sempat mengatakan di tengah kondisi LDR tinggi, Bank Jago tetap berupaya mendongkrak kinerja pendanaan untuk mengimbangi penyaluran pinjaman. Di antara upayanya itu adalah dengan peluncuran produk tabungan baru hasil kolaborasi dengan GoTo Finansial (Gopay) yakni ‘GoPay Tabungan by Jago’.

"Dengan produk baru itu, funding tabungan memang akan lebih tinggi lagi. Likuiditas dari sisi LDR pun pelan-pelan akan rendah," kata Arief.

Selain Bank Jago, Allo Bank juga memiliki LDR tinggi, yakni 149,72% per September 2023. Namun, level LDR Allo Bank susut dari September 2022 di level 175.55%.

Direktur Utama Allo Bank Indra Utoyo mengatakan Allo Bank terus berkomitmen menerapkan likuiditas yang lebih longgar.

“Kepuasaan pelanggan menjadi tujuan utama Allo Bank, sehingga dari segi pendanaan dan kebutuhan transaksional dapat menjaga dan meningkatkan likuiditas Allo Bank dalam menghadapi tantangan-tantangan ke depannya,” ujarnya kepada Bisnis.

Akan tetapi, sejumlah bank digital mencatatkan peningkatan LDR atau kondisi likuiditas yang makin ketat. PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) misalnya mencatatkan LDR hingga level 297,72% per September 2023, naik dibandingkan LDR pada periode yang sama tahun sebelumnya 158,42%.

Selain itu, bank digital milik Emtek Group, Superbank memiliki LDR di level 223.81% pada September 2023, naik dari level 112,74% pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan tingginya LDR di bank digital disebabkan karena ekspansi kredit yang besar, tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan DPK.

Pada dasarnya, bank digital mempunyai modal yang besar untuk mengembangi ekspansi kredit. Namun, hal tersebut akan berbahaya, terutama saat tren suku bunga acuan BI yang tinggi.

"Risikonya besar untuk beberapa masalah, misalnya rasio kredit bermasalah [nonperforming loan/NPL] menjadi tinggi jika tidak hati-hati,” ujar Amin kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini