Hasil Audit BPK Soroti Implementasi BI-Fast Hingga GMW Perbankan di Bank Indonesia (BI)

Bisnis.com,06 Des 2023, 13:13 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan keluar dari pintu salah satu gedung Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA— Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyoroti ketepatan sistem Bank Indonesia (BI) pasca implementasi infrastruktur sistem pembayaran BI Fast Payment atau BI Fast. 

Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2023 (IHPS I 2023) BPK, Rabu (6/12/2023) lembaga negara tersebut menemukan adanya bugs pengiriman data dari BI Fast ke Bank Indonesia-Corea Bnking System (BI-CBS). BPK menemukan indikasi pengiriman ganda dan selisih data rekapitulasi Individual Credit Transfer (ICT) BI Fast 

“Akibatnya, pendapatan jasa transaksi BI Fast pada 2022 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya,” tulis BPK RI

BPK RI menyebut terdapat selisih saldo rekening antar sistem pada Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan BI Fast yang mengakibatkan risiko kegagalan top up pada Rekening Setelmen Dana (RSD) BI Fast. 

Selain itu, BPK RI menyebut monitoring atas kegagalan transaksi akibat ketidakcukupand ana juga memadai. Akibatnya,  risiko denda sanksi administratif belum dibebankan kepada Peserta BI-Fast.

BPK pun kemudian merekomendasikan Gubernur BI Perry Warjiyo memerintahkan Kepala DPID dan DLDS untuk melakukan penyempurnaan aplikasi BI Fast dalam hal pengiriman data transaksi BI-FAST ke aplikasi surrounding dan proses top up RSD BI Fast. Serta meminta Kepala Departemen Pengelolaan Sistem Pembayaran untuk menyempurnakan logbook pemantauan BI Fast. 

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan, BPK mengungkap ada tujuh temuan yang memuat 15 permasalahan yang meliputi 13 permasalahan kelemahan SPI dan  dua permasalahan ketidakpatuhan dalam laporan keuangan BI. Kendati demikian, permasalahan tersebut tidak memengaruhi secara material atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2022. 

Temuan-temuan lainnya yakni, pengendalian dalam penghitungan pemenuhan giro wajib minimum (GWM) lemah. Pasalnya penghitungan GWM dan sanksi ketidakpatuhan pemenuhan GWM belum didasarkan atas data saldo giro bank rupiah dan dana pihak ketiga (DPK) rata-rata serta data suku bunga yang valid. Hal tersebut ditunjukkan oleh: 

  1. Data saldo giro bank rupiah antara aplikasi Giro Moneter dan Makroprudensial (GMMP), BI-RTGS, dan BI Fast tidak sama. 
  2. Data DPK rata-rata pada aplikasi GMMP belum mengakomodasi data koreksi dari bank
  3. Data suku bunga Indonesia Overnight Index Average (IndONIA) tidak sama antara data yang dipublikasi pada website BI dan aplikasi GMMP. Akibatnya, data saldo giro, DPK, dan IndONIA pada aplikasi GMMP serta penghitungan sanksi pemenuhan GWM belum akurat.

BPK pun merekomendasikan BI untuk mengembangkan fungsi rekonsiliasi data saldo giro secara otomatis pada aplikasi GMMP dengan Enterprise Data Warehouse Keuangan Internal. Serta melakukan konfirmasi kepada bank apabila terdapat koreksi data DPK pada aplikasi Antasena dan menyesuaikan data DPK pada GMMP.

BPK RI juga menemukan proses dan pelaksanaan pengadaan belum memadai, antara lain pekerjaan pembangunan International Conference and Meeting Roomt terlambat dan belum dikenakan denda. 

Akibatnya, BI tidak dapat segera memanfaatkan ruangan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan dan terdapat kekurangan penerimaan berupa denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp1,75 miliar.BPK merekomendasikan BI untuk menetapkan dan menagih denda kepada PT KMS atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp1,75 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini