Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 86% bank sentral di dunia menjalankan eksplorasi mata mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC), termasuk Bank Indonesia (BI). Adapun, progres pengembangan CBDC atau rupiah digital oleh BI saat ini masih dalam tahap eksperimen.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Agung Bayu Purwoko mengatakan pengembangan CBDC masuk ke dalam arah kebijakan sistem pembayaran bank sentral. Seperti diketahui, untuk mengembangkan rupiah digital, Bank Indonesia telah meluncurkan projec Garuda.
"Kapan itu [rupiah digital] kemudian akan diterapkan? Ini yang kami lakukan yaitu eksperimentasi," ujarnya dalam acara Talkshow Industry Financial F5 bertajuk “Menavigasi Keamanan Sistem Pembayaran Nasional Di Era Digital” pada Rabu (6/12/2023).
Ia mengatakan BI mengembangkan rupiah digital seiring dengan berkembangnya ekosistem keuangan digital di dunia. "Tokenisasi [dengan teknologi kripto] jadi isu yang terus dibahas. Dulu uang berdiri sendiri, sekarang dengan virtualisasi, kripto, ini kemudian membawa arah bagaimana menggabungkan antara uang dan usecase dengan smart contract agar memberikan impact yang baik," kata Agung.
Sementara, pengembangan CBDC pun semakin bergeliat dijalankan bank-bank sentral di dunia. "Pembelajaran kami, lebih dari 86% central bank eksplorasi [CBDC]. Tidak hanya untuk ritel tapi wholesale," kata Agung.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta mengatakan rupiah digital terus dikaji, termasuk dari sisi risiko. “Kami assess itu semuanya, masukan-masukan juga kita perhatikan,” katanya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, pada bulan lalu (15/11/2023).
Filianingsih mengatakan BI telah menerbitkan consultative paper dan telah menerima berbagai masukan dari stakeholder terkait pengembangan CBDC atau yang disebut dengan rupiah digital.
Consultative paper menjelaskan desain pengembangan rupiah digital tahap immediate state, yaitu wholesale rupiah digital cash ledger, yang meliputi pengenalan teknologi dan fungsi dasar, seperti penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana.
Dampak dari penerbitan rupiah digital pada sistem pembayaran, stabilitas keuangan, dan moneter juga dibahas di dalam consultative paper tersebut.
Meski begitu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam Central Bank Digital Currency Virtual Handbook menyoroti beberapa dampak dari pengembangan CBDC. Perubahan lingkungan makro ekonomi yang disebabkan oleh CBDC diperkirakan bisa memperkuat saluran transmisi kebijakan moneter jika CBDC dirancang dengan tepat.
IMF menyatakan pada tingkat kepemilikan CBDC yang moderat, efek terhadap transmisi kebijakan moneter diperkirakan relatif kecil pada masa normal. Namun, efek tersebut dapat menjadi lebih signifikan dalam lingkungan dengan suku bunga rendah atau tekanan pasar keuangan dimana nilai CBDC meningkat.
Dampak lainnya, karena CBDC lebih aman dan efisien, maka ada potensi terjadi persaingan dana atau deposito di perbankan. Besarnya dampak ini akan tergantung pada sejauh mana CBDC bisa menjadi substitusi yang menarik dibandingkan deposito.
Dengan kondisi ini, perbankan akan menaikkan suku bunga deposito dan cost of fund perbankan menjadi naik. Akibatnya, keuntungan bank akan menurun sampai pada tingkat dimana biaya yang lebih tinggi tidak dapat sepenuhnya dialihkan ke tingkat suku bunga pinjaman yang lebih tinggi. Pembatasan kepemilikan individu menurut IMF akan membatasi peralihan dari deposito ke CBDC.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel