Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja nilai tukar Rupiah diprediksi akan anjlok atau melemah pada tahun depan. Hal tersebut terjadi seiring ketidakpastian menjelang pemilihan umum atau Pemilu 2024 yang terus membayangi para investor.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (18/12/2023), BNY Mellon Corp, HSBC Holdings Plc. dan PT Bank Mandiri memprediksi mata uang rupiah mungkin akan diperdagangkan di sekitar Rp15.800 per dollar AS pada kuartal I/2024. Sementara itu, Rupiah ditutup pada 15.493 pada hari Jumat (15/12/2023).
Secara historis, rupiah telah berkinerja buruk terhadap mata uang-mata uang lain menjelang kontestasi Pemilu. Kekhawatiran kali ini juga berasal dari pergantian Presiden Indonesia setelah satu dekade. Kekhawatiran akan stabilitas politik dan kesinambungan kebijakan dapat membebani mata uang rupiah seiring dengan persiapan 270 juta masyarakat Indonesia untuk memilih pengganti Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Selama tiga pemilu terakhir, rupiah secara konsisten berkinerja buruk dibandingkan mata uang-mata uang negara berkembang lainnya dalam empat sampai enam minggu sebelumnya," kata Joey Chew, kepala riset FX Asia di HSBC.
Meskipun mata uang ini "mengejar ketertinggalannya" setelah Pemilu 2024, dia menilai rebound rupiah mungkin tertunda karena jajak pendapat menunjukkan bahwa pemungutan suara putaran kedua di akhir Juni 2024 akan diperlukan untuk menentukan pemenang. Kondisi ini akan menunda aliran dana masuk atau capital inflow.
Dampaknya sudah terlihat pada rupiah, yang telah berubah dari performa terbaik di Asia di awal tahun menjadi yang paling lemah terhadap dollar di kuartal IV/2024. Rupiah telah jatuh hampir 0,3% selama periode ini meskipun greenback melemah. Sebaliknya, Indeks Mata Uang Negara Berkembang MSCI mengalami kenaikan sekitar 3,5%.
Adapun, para investor asing telah menarik modal hampir US$600 juta dari ekuitas Indonesia sejak Oktober 2024, arus masuk sekitar US$900 juta dalam bentuk obligasi telah memberikan bantalan.
Namun, prospeknya tidak terlihat cerah, dengan kartu skor Bloomberg yang menunjukkan peringkat utang negara Indonesia berada di posisi terbawah di antara negara-negara berkembang lainnya.
Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan pada Februari tahun depan dapat menentukan arah rupiah dengan mengindikasikan apakah pemerintah baru akan tetap berpegang pada kebijakan-kebijakan Jokowi, yang telah membantu meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia dan memangkas defisit transaksi berjalan, yang mendukung nilai tukar rupiah.
Selain itu, Jokowi akan menyelesaikan 10 tahun masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia pada tahun depan. Selama masa jabatannya, defisit fiskal Indonesia menyempit tajam dari rekor tertinggi selama pandemi Covid-19, dan ekonomi tumbuh lebih cepat daripada negara-negara lain di kawasan ini.
Kandidat atau calon Presiden, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, sejauh ini telah berjanji untuk melanjutkan kebijakan-kebijakan ekonomi Jokowi. Namun, pesaingnya Anies Baswedan, telah bersumpah untuk membatalkan beberapa kebijakan tersebut, termasuk rencana untuk membangun ibu kota baru atau IKN.
Deklarasi resmi pemenang Pilpres 2024 akan dilakukan pada bulan Maret 2024. Namun, jika tidak ada kandidat yang mendapatkan lebih dari 50% suara, pemilihan presiden putaran kedua akan diadakan pada bulan Juni 2024.
"Risiko-risiko utama berasal dari jeda waktu yang lama antara pemilihan umum dan pembentukan pemerintahan baru yang masih dapat mengekspos rupiah pada ketidakpastian kebijakan," ujar Aninda Mitra, kepala strategi makro dan investasi Asia di BNY Mellon.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga acuan selama perhelatan Pemilu 2024.
"Hal ini akan memberikan penyangga terhadap ketidakpastian politik di bulan-bulan mendatang," kata Aninda Mitra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel