Bisnis.com, JAKARTA — Kasus gagal bayar hingga pencabutan izin usaha di sektor perasuransian masih terus menyita publik di tahun 2023.
Kasus pembayaran klaim perusahaan asuransi berbentuk mutual, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 misalnya terus menarik perhatian. Padaa tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kejelasan penjualan aset AJB Bumiputera 1912 yang hingga saat ini tak kunjung terealisasi.
Dalam perkembangan lain, regulator mencabut izin usaha secara beruntun kepada tiga perusahaan asuransi pada tahun ini. Salah satunya, dicabutnya izin usaha PT Asuransi Purna Artanugraha (Aspan) karena rasio solvabilitas (risk-based capital/RBC), serta ketidakmampuan memenuhi ketentuan terkait ekuitas dan rasio kecukupan investasi sesuai aturan.
Tak melulu kasus, berbagai peristiwa penting juga menyelimuti industri perasuransian, termasuk reformasi di sektor keuangan. Di mana, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal tahun ini.
Jika menengok dari sisi kinerja, OJK mencatat akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari—Oktober 2023 mencapai Rp264,23 triliun, atau naik 3,54 persen yoy.
Pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi 6,93% yoy dengan nilai sebesar Rp146,52 triliun per Oktober 2023, dipicu pendapatan premi pada lini usaha Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (Paydi) atau lebih dikenal dengan sebutan unit-linked.
Secara umum, permodalan di industri asuransi menguat, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan RBC yang di atas threshold masing-masing sebesar 435,98% dan 340,54%. Lantas, apa saja peristiwa penting yang mengguncang industri asuransi tahun ini?
Berikut cuplikan peristiwa penting di industri perasuransian sepanjang 2023:
- Jokowi sahkan UU PPSK
Presiden Jokowi menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) PPSK menjadi UU yang ditandatangani pada Kamis (12/1/2023). Terbitnya beleid yang memuat 341 Pasal itu dilatarbelakangi karena sektor keuangan Indonesia masih mengalami banyak permasalahan fundamental.
Dalam regulasi tersebut salah satunya mengatur keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPP) yang mendapatkan mandat baru sebagai penyelenggara program penjaminan polis (LPP) asuransi yang akan diiringi dengan peningkatan fungsi pengawasan dan pengaturan oleh otoritas pengawas asuransi.
Nantinya, penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku lima tahun terhitung sejak UU PPSK ini diundangkan, atau tepatnya pada 12 Januari 2028.
Regulasi ini juga mengatur ulang organisasi OJK dan LPS dengan dibentuknya badan supervisi hingga aturan mengenai pemisahan bisnis syariah.
- OJK cabut izin usaha 3 perusahaan asuransi
Pada pertengahan tahun, tepatnya Jumat (23/6/2023), OJK mencabut izin usaha perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Kresna Life (Kresna Life). Pencabutan izin usaha tersebut dilakukan karena sampai dengan batas akhir status pengawasan khusus, rasio solvabilitas atau risk-based capital (RBC) Kresna Life tetap tidak memenuhi ketentuan minimum yang disyaratkan ketentuan 120%.
Pencabutan izin usaha kembali terjadi. OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (sebelumnya bernama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses) pada 2 November 2023, sebagai bagian tindak pengawasan karena dalam batas waktu status pengawasan khusus, Prolife tidak mampu menyelesaikan permasalahannya.
Paling anyar, pada 2 Desember 2023, OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Purna Artanugraha (Aspan). Pencabutan ini dilakukan karena perusahaan tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas, ekuitas dan rasio kecukupan investasi sesuai ketentuan yang berlaku.
- OJK restui RPK AJB Bumiputera
Jika berbicara industri asuransi, tak terlepas dari permasalahan AJB Bumiputera 1912. OJK mengumumkan regulator tidak keberatan atas Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) AJB Bumiputera 1912 pada 10 Februari 2023.
Pernyataan tidak keberatan atas RPK AJB Bumiputera 1912 dikeluarkan setelah OJK melakukan penelaahan dan pembahasan dengan Rapat Umum Anggota (RUA) d.h. Badan Perwakilan Anggota (BPA), Dewan Komisaris dan Direksi AJB Bumiputera 1912, serta pihak independen dan profesional lainnya.
Regulator berharap agar seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemegang polis, manajemen, tenaga pemasar, dan serikat pekerja dapat mendukung pelaksanaan RPK AJB Bumiputera 1912 sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan perusahaan.
Usai RPK diberi lampu hijau, manajemen AJB Bumiputera 1912 menyatakan akan kembali membayar klaim jatuh tempo kepada pemegang polis. Pembayaran klaim lanjutan oleh asuransi mutual satu satunya di Indonesia itu menggunakan kelebihan dana jaminan yang dimiliki sekitar Rp262 miliar.
Dengan disetujuinya pencairan dana jaminan ini, maka AJB Bumiputera 1912 yang merupakan perusahaan asuransi mutual tertua di Indonesia akan kembali membayarkan klaim jatuh tempo kepada pemegang polis.
“Betul [AJB Bumiputera 1912 akan kembali membayar klaim jatuh tempo]. Pencairan kelebihan dana jaminan ini dikhususkan untuk pembayaran outstanding klaim yang sudah menyetujui PNM [Penurunan Nilai Manfaat],” kata Sekretaris Perusahaan AJB Bumiputera 1912 Hery Darmawansyah kepada Bisnis, Selasa (17/10/2023).
Pada Senin (4/12/2023), OJK menyampaikan akan memanggil para Badan Perwakilan Anggota (BPA), direksi, dan komisaris AJB untuk meminta penjelasan mengenai RPK terkait rencana penjualan aset yang belum terealisasi. Penjualan aset menjadi salah satu solusi pembayaran klaim nasabah.
Saat ini, OJK juga tengah masuk di dalam pengawasan khusus terkait dengan implementasi RPK AJB Bumiputera 1912 yang telah disampaikan pada Februari 2023.
Otoritas Jasa Keuangan saat menyatakan tidak keberatan dengan rencana penyehatan AJB Bumiputera 1912./Istimewa
- Peluncuran Peta Jalan Perasuransian
Maraknya permasalahan yang dihadapi industri perasuransian membuat OJK merilis Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023–2027. Peta jalan ini diharapkan mampu menyehatkan industri asuransi.
OJK menyampaikan ada empat pilar yang dijalankan dalam Peta Jalan ini. Pertama, penguatan ketahanan dan daya saing industri perasuransian. Kedua, pengembangan elemen-elemen dalam ekosistem industri perasuransian. Ketiga, akselerasi transformasi digital industri perasuransian. Keempat, penguatan pengaturan, pengawasan, dan perizinan.
- Industri asuransi masuki babak konsolidasi
Seperti yang terjadi di industri perbankan, OJK memerintahkan agar industri asuransi juga melakukan konsolidasi melalui penambahan modal minimum hingga klasifikasi pembagian kelas.
Adapun, substansi rencana pembagian perusahaan asuransi berdasarkan ekuitas dibagi bertahap. Tahap pertama, perusahaan asuransi harus memenuhi ekuitas paling lambat 31 Desember 2026 dengan ekuitas, di antaranya:
- Perusahaan Asuransi: Rp250 miliar.
- Perusahaan Reasuransi: Rp500 miliar.
- Perusahaan Asuransi Syariah: Rp100 miliar.
- Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp200 miliar.
Sementara itu, tahap kedua paling lambat 31 Desember 2028. Berdasarkan pengelompokan perusahaan, maka Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) tahap 1, di antaranya:
- Perusahaan Asuransi: Rp500 miliar.
- Perusahaan Reasuransi: Rp1 triliun.
- Perusahaan Asuransi Syariah: Rp200 miliar.
- Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp400 miliar.
Kemudian, KPPE tahap 2, di antaranya:
- Perusahaan Asuransi: Rp1 triliun.
- Perusahaan Reasuransi: Rp2 triliun.
- Perusahaan Asuransi Syariah: Rp500 miliar.
- Perusahaan Reasuransi Syariah: Rp1 triliun.
- Klaim asuransi kesehatan terus menanjak
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkap klaim asuransi kesehatan terus menunjukkan pembengkakan dengan nominal mencapai Rp15,24 triliun pada kuartal III/2023. Klaimnya melonjak 32,9% yoy dari sebelumnya hanya Rp11,47 triliun.
Lonjakan klaim asuransi kesehatan sepanjang sembilan bulan pertama 2023 ini masih dipicu peningkatan klaim Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Bahkan, asosiasi menyebut nilai klaim kesehatan lebih tinggi daripada klaim meninggal dunia yang mencapai Rp8,04 triliun, turun 9,7% yoy.
Di sisi lain, pengamat asuransi lebih mengkhawatirkan akan adanya pemain asuransi yang angkat tangan dalam menjual produk asuransi kesehatan.
- Premi tradisional geser unit-linked
Premi unit-linked masih mengalami kontraksi 22,4% yoy dari Rp82,91 triliun pada kuartal III tahun lalu menjadi Rp64,37 triliun pada kuartal III/2023. Berbeda dengan premi tradisional yang tumbuh 12,5% yoy menjadi Rp67,67 triliun dari sebelumnya hanya Rp60,16 triliun.
AAJI mencatat total premi mencapai Rp132,04 triliun atau turun 7,7% yoy dari Rp143,08 triliun. Pergeseran porsi premi unit-linked ke premi tradisional mulai terlihat pada kuartal II/2023.
Pada semester I/2023, premi dari unit-linked terkoreksi hingga 24,9% yoy menjadi Rp42,56 triliun pada semester I/2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp56,71 triliun. Koreksi premi industri asuransi jiwa berlanjut hingga kuartal III/2023.
- Tumbangnya dua perusahaan UUS asuransi
Sebanyak dua unit usaha syariah (UUS) asuransi memutuskan untuk tidak melanjutkan bisnis yang dirintis dalam beberapa tahun terakhir. Langkah pemutusan mengakhiri usaha itu dilakukan seiring tenggat aturan pemisahan (spin-off) UUS dari induk.
Dalam aturan Peraturan OJK (POJK) 11 Tahun 2023 mengatur pemisahan unit syariah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
Beleid tersebut mewajibkan pemisahan (spin-off) unit syariah perusahaan asuransi paling lambat 31 Desember 2026 dan dinilai cukup bagi UUS asuransi dan reasuransi untuk memenuhi ketentuan dana tabarru, investasi, dan ekuitas. Mekanisme dan tata cara pemisahan harus dituangkan ke dalam perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) yang dilakukan paling lambat 31 Desember 2023.
- Kasus manipulasi klaim asuransi
Industri asuransi jiwa masih menemukan kasus kecurangan alias fraud klaim dan menjadi isu serius di industri ini.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa hingga saat ini masih ditemukan fraud asuransi, seperti pemegang polis yang merekayasa kematian agar klaim asuransi dapat dicairkan oleh perusahaan asuransi jiwa.
“[Asuransi] jiwa pun kadang-kadang ada saja klaim yang ceritanya orangnya meninggal dunia. Padahal, sebetulnya ketika kita cari lebih jauh, orangnya masih hidup. Itu ada saja [merekayasa kematian],” kata Budi saat ditemui Bisnis di kawasan Menteng, Jakarta, dikutip Minggu (10/12/2023).
OJK juga menyoroti perilaku tenaga pemasar asuransi atau agen asuransi yang kembali merugikan nasabah. Regulator menyampaikan bahwa perilaku agen asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi dalam memasarkan produk.
Sebut saja persoalan yang terjadi pada perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk. (LIFE) atau Sinarmas MSIG Life, OJK menyampaikan pihaknya telah beberapa kali melakukan pertemuan antara nasabah dan perusahaan, yang terakhir dilakukan pada 17 April 2023 di Manado dalam rangka proses penyelesaian internal Sinarmas MSIG Life.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel