Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) buka suara soal persaingan ketat di industri bank digital seiring dengan munculnya pemain baru seperti Bank Saqu hingga Superbank.
Pejabat Sementara (Pjs) Direktur Utama Bank Neo Commerce Aditya Windarwo mengatakan bank-bank digital memang sedang bermunculan dan masing-masing memiliki preposisi unik yang berbeda-beda.
Terdapat bank digital yang fokus menggarap pasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ada juga yang menyasar pasar konsumer dengan mengandalkan ekosistemnya sendiri.
"Ini akan meramaikan persaingan, tetapi akan terlihat bagaimana [bank digital] mengambil porsinya masing-masing menggunakan layanan digital," kata Aditya dalam public expose pada Selasa (19/12/2023).
Ke depannya, seiring dengan persaingan ketat itu, bank digital dituntut untuk bisa bertahan dan tumbuh berkelanjutan. Menurutnya, yang akan menentukan adalah layanan digital yang diberikan kepada penggunanya.
"Menurut hemat kami, yang menentukan adalah layanan yang digunakan, preposisi keunikan itu bisa kah digunakan untuk transaksi nasabah. Kami sendiri lebih senang nasabah bermunculan dengan preposisi unik sendiri-sendiri," tutur Aditya.
Selain itu, ekosistem yang dimiliki pun menjadi penting dalam menghadapi ketatnya persaingan bank digital. Bank Neo Commerce berupaya mengandalkan ekosistem yang luas, termasuk dari pengendalinya yakni PT Akulaku Silvrr Indonesia.
Seiring dengan ketatnya persaingan bank digital, BBYB menargetkan pertumbuhan kinerja keuangan yang moncer pada tahun depan atau 2024.
"Laba full year tahun depan. Saya tidak mau menyebutkan targetnya berapa, yang jelas ada inisiatif yang kami lakukan, ini berpengaruh ke tingkat laba," kata Aditya.
BBYB sendiri masih membukukan kerugian pada tahun ini. Berdasarkan laporan keuangan, hingga kuartal III/2023, BBYB membukukan rugi bersih Rp566,06 miiliar, meskipun rugi bersih bank susut 5,84% dibandingkan rugi bersih periode tahun lalu (year-on-year/yoy), yaitu Rp601,17 miliar.
Sebagaimana diketahui, persaingan bank digital kian ketat seiring masuknya bank-bank digital baru di Tanah Air. Masing-masing bank digital baru juga membawa ekosistem luas.
PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yang meluncurkan Bank Saqu misalnya mengandalkan PT Astra International Tbk (ASII).
Sebelum Bank Saqu, Hibank yang sebelumnya bernama PT Bank Mayora masuk ke industri bank digital dengan berfokus pada segmen UMKM. Hibank merupakan bank digital besutan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).
Kemudian, Superbank yang sebelumnya bernama PT Bank Fama International Tbk. mengandalkan ekosistem Grup Emtek, Grab, hingga Singtel.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan munculnya bank digital baru itu akan membuat persaingan di industri bank digital semakin ketat.
"Mereka masih akan berdarah-darah dan bakar-bakar uang untuk bisa menarik nasabah baru baik dari sisi funding maupun lending," katanya kepada Bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel