Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan menghapus kewenangan tunggal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi penyidik tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Dalam putusan yang dibacakan Kamis (21/12/2023), MK menghapus frasa 'hanya' dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) alias omnibus law keuangan terkait penyidikan yang dilakukan OJK.
"Menyatakan ketentuan norma Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sepanjang frasa 'hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan' dalam Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, 'dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan'. Sehingga norma Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memuat perubahan dalam Pasal 49 ayat (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selengkapnya berbunyi: 'Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan'," tertulis dalam amar putusan.
Mahkamah Konstitusi menilai karena kedudukan OJK secara kelembagaan dibentuk berdasarkan UU yang kewenangannya tidak secara langsung dinyatakan dalam UUD 1945, maka OJK merupakan lembaga negara yang fungsinya sebagai lembaga penunjang (auxiliary agencies) terhadap organ negara lainnya, khususnya yang memiliki kewenangan sejenis atau saling mempunyai relevansi.
Dengan realitas ini, Anggota MK Arief Hidayat mengatakan bahwa OJK bukan merupakan penyidik utama. Hal ini berkenaan dengan kewenangan OJK dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dalam hal ini penyidikan pada sektor jasa keuangan yang merupakan bagian dari jenis tindak pidana umum.
“OJK bukan merupakan penyidik utama, namun sebagai penyidik penunjang [supporting system] dari penyidik utama yang kewenangannya berada pada kepolisian,” kata Arief dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (21/12/2023).
Pemohon pengujian perkara yang juga Ketua Team Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 Ghulam Naja mengatakan karena terhalangnya hak konstitusional membuat mereka mengajukan perkara ke MK.
Ghulam menuturkan bahwa pada saat itu, SP membuat Laporan Dugaan Tindak Pidana ke Mabes Polri, namun ditolak karena Polri tidak berwenang.
“MK mengabulkan permohonan SP frasa hanya dihilangkan, sehingga ketentuannya Penyidikan di sektor jasa keuangan dapat dilakukan oleh Penyidik OJK, maknanya sekarang baik OJK maupun Polri berwenang melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan,” kata Ghulam kepada Bisnis, Kamis (21/12/2023).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel