Sri Mulyani Ungkap Alasan Jokowi Sering Wanti-Wanti Soal Harga Pangan

Bisnis.com,22 Des 2023, 19:16 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan DIPA dan Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2024 di Istana Merdeka, Rabu (29/11/2023). Dok Youtube Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo kembali mengungkap kegelisahannya perkara ketahanan pangan nasional dalam perhelatan Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Secara umum, Jokowi optimistis berbagai indikator perekonomian nasional secara umum berada dalam momentum positif. Misalnya, soal indeks keyakinan konsumen, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, juga indeks manufaktur."

Volatilitas harga komoditas, terutama pangan, lha ini yang kita harus hati-hati. Saya masih sedikit khawatir mengenai urusan komoditas pangan. Karena kemarin saat setelah El Nino, produktivitas kita turun sedikit, dan pada 2024 juga perkiraan kita masih akan belum kembali ke normal," ungkap Jokowi ketika memberikan sambutan.

Namun, Jokowi mengungkap kabar baik bahwa gejolak harga pangan masih bisa dikendalikan pada 2024, terutama beras. Hal ini sejalan dengan adanya komitmen impor beras 1 juta ton dari India dan kesiapan impor beras 2 juta ton dari Thailand. 

"Ini jangan ditepuki, karena impor. Kalau produksi kita sendiri baru kita tepuk tangan. Tapi untuk mengamankan cadangan strategis ketahanan pangan, memang itu harus kita lakukan. Paling tidak, rasa aman kita dapat," jelasnya sembari bercanda.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kestabilan harga pangan merupakan salah satu kunci sukses mempertahankan geliat perekonomian Tanah Air sepanjang 2024. 

Pasalnya, di tengah tekanan eksternal yang sedang tidak bersahabat, Indonesia harus mampu menjaga pertumbuhan ekonomi domestik dari sektor konsumsi rumah tangga. 

"Kebijakan kita utamanya agar domestic demand harus terjaga. Makanya Presiden menekankan isu pangan menjadi sangat penting. Karena konsumsi, terutama di kelompok menengah ke bawah, itu harus kita lihat bahwa dampak dari kenaikan harga pangan sangat berpengaruh bagi mereka," jelasnya dalam salah satu sesi seminar. 

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga berupaya menjaga daya beli di kelompok menengah. Ini menjadi alasan pemerintah masih mempertahankan berbagai insentif buat sektor properti dan otomotif.

Pada akhirnya, kebijakan ini juga berupaya merangsang pertumbuhan penyaluran kredit perbankan dan nilai investasi dalam negeri pada 2024.

Sebab, seminar turut mengungkap adanya indikator potensi perlambatan ekonomi nasional, sejalan dengan tren lebih banyak masyarakat yang mulai menekan pengeluaran untuk kebutuhan sekunder dan tersier demi mengantisipasi potensi inflasi beberapa kebutuhan pokok. 

Ekonom Senior Chatib Basri dalam kesempatan yang sama, pun membenarkan bahwa tren tersebut merupakan ciri dari ekonomi yang mulai melambat pada suatu negara.

Alhasil, berbagai insentif yang bisa merangsang daya beli kelas menengah pun menjadi keniscayaan.

"Kalau konsumsi masih tinggi tapi tabungan turun, pertanyaannya adalah dia membiayai kebutuhan itu dari mana? Berarti ada kemungkinan penarikan tabungan. Artinya, mungkin konsumsi akan mulai melambat, karena ada pola defensif akibat porsi terbesarnya untuk konsumsi pangan, kemudian mengurangi permintaan terhadap kebutuhan sekunder dan tersier," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini