Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) buka suara usai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.
Direktur Eksekutif AAUI Bern Dwiyanto menilai bahwa industri perlu menyesuaikan peraturan mengenai penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit ini.
Dia menjelaskan bahwa hal itu dilakukan untuk menjaga tingkat eksposur, risiko produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit dikelola secara hati-hati, dan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada semua pihak.
Menurut Bern, peraturan mengenai penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit dan suretyship yang saat ini berlaku sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pasar, sehingga perlu diubah ke dalam POJK yang baru.
“Dengan terbitnya POJK ini selain adanya skema risk sharing, adanya perbaikan tarif premi, sehingga menjadi lebih kompetitif,” kata Bern kepada Bisnis, Kamis (28/12/2023).
Lebih lanjut, Bern mengatakan POJK ini juga perlu dilakukan penguatan pengaturan. Mulai dari perbaikan di sisi tata kelola penyelenggaraan asuransi kredit, penerapan risk sharing antara perusahaan asuransi dan kreditur, penyempurnaan proses penetapan premi, underwriting dan penanganan klaim.
Di samping itu, perusahaan asuransi juga dapat memiliki akses data-data terkait dengan kredit maupun debitur yang diasuransikan ke perusahaan asuransi.
“Dengan ini, pihak kreditur diharapkan akan selalu mengedepankan analisa kredit dengan prinsip kehati-hatian sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditur,” ujarnya.
Selanjutnya, juga diikuti dengan biaya akuisisi yang kini dibatasi hanya maksimum 10%. Kemudian, jangka waktu pertanggungan juga dibatasi hanya lima tahun.
“Meski kredit yang dipertanggungan jangka waktunya lebih dari 5 tahun, tapi jangka waktu yang ditanggung oleh perusahaan asuransi maksimum 5 tahun tapi bisa diperpanjang lagi,” sambungnya.
Dia menambahkan bahwa POJK asuransi kredit juga mengatur klaim yang diajukan bank kepada perusahaan asuransi merupakan klaim yang benar-benar sudah dalam kategori macet. ”Jadi kalau masih dalam NPL [non-performing loan/kredit macet], itu belum bisa diklaim, kondisinya harus dalam keadaan macet,” imbuhnya.
Sebab, kata Bern, selama ini asuransi kredit menjadi tiga penyumbang terbesar di asuransi umum setelah asuransi harta benda dan kendaraan. Sehingga, dengan adanya POJK 20/2023 diharapkan akan memperbaiki kinerja asuransi kredit dan akan lebih baik lagi dałam mendukung sektor perbankan.
“Kami berharap bahwa POJK ini akan membuat industri perasuransian akan semakin sehat dan bisa membantu transfer risiko dari perbankan secara wajar dan di-cover oleh perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kredit,” tutup Bern.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel