Hariyadi Sukamdani Nilai Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Berkualitas Karena Hal ini

Bisnis.com,29 Des 2023, 22:12 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Hariyadi Sukamdani Nilai Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Berkualitas Karena Hal ini. Presiden Komisaris Bisnis Indonesia Group Hariyadi B Sukamdani memberikan paparan saat acara Bisnis Indonesia Logistics Awards (BILA) 2023 di Jakarta, Selasa (28/11/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (DP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan adanya kejanggalan dalam ekonomi Indonesia, sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak berkualitas.

Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5% dalam satu dekade terakhir.

Selain itu, baik penerima maupun jumlah anggaran bantuan sosial (bansos) terus meningkat setiap tahunnya pada periode yang sama.

Meski dikatakan ekonomi Indonesia cukup resilien di tengah beragam tantangan global, namun Hariyadi melihat pada kenyataannya saat ini kondisi Tanah Air tidak baik-baik saja.

“Menurut pandangan kami, ada yang bermasalah, kita [Indonesia] tidak dalam kondisi baik-baik saja, karena ternyata pertumbuhan ekonomi kita tidak berkualitas,” ungkapnya pada Economic Outlook 2024 dalam Wedangan IKA UNS seri ke-114, Jumat (29/12/2023).

Hariyadi memaparkan, seperti halnya jumlah penerima bansos pada 2019 mencakup 98,1 juta jiwa atau 36,33% dari total penduduk saat itu yang sebanyak 270 juta jiwa.

Sementara pada 2022 meningkat menjadi 161,7 juta orang atau 58,88% dari 275 juta jiwa. Pada 2023 jumlah penerima bansos kembali naik menjadi 171,193 juta orang, atau meliputi 61,58% dari total 276 juta jiwa.

“Masalahnya bagaimana membangun kemandirian masyarakat, bukan kita menjaga bansos itu terus berjalan. Kalau bansos terus berjalan kan tidak mandiri, bukannya kita menjemput bonus demografi, malah akan jadi beban,” tegasnya.

Di sisi lain, kinerja investasi yang dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja pun miris. Melihat data 2013, dengan investasi yang masuk senilai Rp398,3 triliun, mampu menyerap tenaga kerja hingga 1,8 juta orang atau dengan rasio per Rp1 triliun investasi mennyerap 4.598 orang.

Angka tersebut anjlok jika dibandingkan dengan 2022. Meski investasi naik tiga kali lipat hingga Rp1.207 triliun, nyatanya penyerapan turun hingga 75%. Per Rp1 triliun investasi, hanya mampu menyerap 1.081 tenaga kerja.

Selain itu, penyerapan tenaga kerja formal dari sisi seperti ASN dan TNI/Polri turut menyusut. Dari 4,3 juta orang pada 2013, menjadi 3,99 juta orang pada 2022.

“Tren penyerapan untuk sektor formal memang drop luar biasa, ini mengakibatkan penyerapan kita tidak merata. Trennya pekerja informal naik terus, dan kita semakin berat beban kita karena harus subisdi terus masyarakat yang tidak punya akses lapangan kerja formal,” jelas mantan Ketua Apindo tersebut.

Mengacu data Centre for strategic and international Studies (CSIS), dua masalah utama dari hal tersebut adalah korupsi dan inefisiensi birokrasi.

Untuk itu, Hariyadi menilai momen pemilihan umum atau pemilu menjadi satu langkah untuk memperbaiki kondisi ini.

Mulai dari perbaikan regulasi hingga kebijakan ketenagakerjaan berdasarkan supply dan demand, bukan populis lagi. Selain itu, juga memperbaiki KPI dari APBN baik untuk postur belanja dan penerimaan, serta mempertimbangkan dampak risiko terhadap kebijakan yang ada.

“Kalau itu bisa dilakukan, kitab isa keluar dari masalah ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianus Doni Tolok
Terkini