Bisnis.com, JAKARTA -- Fenomena bank bangkrut menjadi sorotan publik di penghujung tahun, utamanya yang terjadi di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang kerap diterpa berbagai masalah, salah satunya salah urus.
Hal ini membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pasalnya, BPR harus memiliki kontribusi besar dalam membantu perekonomian khususnya bagi masyarakat daerah.
Di tengah dinamika dan ragam cara regulator menyehatkan lembaga keuangan ini, berdasarkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) periode September 2023, kinerja BPR nyatanya masih menunjukkan kondisi yang cukup positif.
Tercatat, aset BPR pada September 2023 meningkat sebesar Rp190,32 triliun. Realisasi ini tumbuh 8,35% (yoy), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp175,66 triliun.
Menariknya, peningkatan tersebut linear dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang juga meningkat dari tahun sebelumnya. Secara rinci, DPK BPR pada September 2023 tumbuh 9,57% (yoy) menjadi Rp134,67 triliun, meningkat dari Rp122,91 triliun pada September 2022.
Pertumbuhan dipicu oleh kenaikan pada komponen deposito yang meningkat menjadi Rp94,18 triliun atau tumbuh 11,09% (yoy) dibandingkan capaian periode tahun lalu sebesar Rp84,78 triliun per September 2022.
Sementara itu, tabungan per September 2023 hanya tumbuh Rp44,81 triliun, melambat 6,19% (yoy) dibandingkan periode tahun sebelumnya yang tumbuh 13,85% (yoy).
“Adapun peningkatan pertumbuhan deposito antara lain dipengaruhi oleh naiknya suku bunga deposito BPR,” tulis laporan OJK yang dikutip, Jumat (29/12/2023).
Kemudian, dari segi kredit BPR pada September 2023 mencapai Rp137,97 triliun, tumbuh 9,45% (yoy) dari sebelumnya Rp126,05 triliun.
Jika dirinci, bila ditinjau dari jenis penggunaan, mayoritas kredit BPR disalurkan untuk kredit produktif (56,76%) yang terdiri dari Kredit Modal Kerja/KMK (48,48%) dan Kredit Investasi/KI (8,28%) sedangkan sisanya untuk Kredit Konsumsi/KK (43,24%).
Lalu, pertumbuhan kredit BPR ditopang oleh semua jenis penggunaan di mana KMK tumbuh 13,41% (yoy), meningkat dari 11,93% (yoy), dan untuk KI tercatat tumbuh 16,34% (yoy), meningkat dari 11,85% (yoy). Namun demikian, kredit konsumtif tumbuh melambat sebesar 4,20% (yoy) setelah tahun sebelumnya tumbuh 7,59% (yoy).
Lebih lanjut, jika ditilik dari segi rentabilitas BPR pada September 2023 tercatat turun dibanding tahun sebelumnya, tercermin dari rasio imbal balik aset (return on asset/ROA) sebesar 1,34% atau turun 44 bps dibandingkan tahun sebelumnya (1,78%).
Seiring dengan penurunan rentabilitas, efisiensi BPR juga tercatat menurun, tecermin dari naiknya rasio penyusutan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) sebesar 326 bps menjadi 87,20% dari 83,94% pada tahun sebelumnya.
“Naiknya rasio BOPO disebabkan oleh peningkatan beban operasional yang tumbuh 12,37% (yoy) yang melampaui pertumbuhan pendapatan operasional sebesar 8,18% (yoy),” demikian laporan OJK.
Meski sejumlah aspek terjadi pasang surut, akan tetapi OJK melaporkan permodalan BPR relatif cukup solid dan memadai untuk menyerap potensi risiko yang dihadapi. Hal tersebut terlihat dari indikator CAR BPR yang tinggi, jauh di atas KPMM yaitu sebesar 30,94%, meski turun 52 bps dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 31,46%.
“Penurunan CAR disebabkan oleh melambatnya modal sejalan dengan turunnya laba, sementara pertumbuhan ATMR meningkat seiring dengan peningkatan penyaluran kredit pada periode laporan,” katanya.
Terakhir, menyoal rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) tercatat rasio NPL gross BPR pada September 2023 mencapai level 10,05%, naik 193 basis poin (bps) secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di level 8,12%.
Langkah Penyehatan OJK
Berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), dalam melaksanakan fungsi pengawasan, OJK mengatur dan menetapkan status pengawasan bank yang terdiri tiga kategori, yaitu Bank Dalam Pengawasan Normal, Bank Dalam Penyehatan, dan Bank Dalam Resolusi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut ketika rasio kecukupan permodalan dan likuiditas di bawah ketentuan minimum dan/atau kondisi tingkat kesehatannya tidak baik, bank akan ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan.
Ketika rasio kecukupan permodalan dan likuiditas di bawah ketentuan minimum dan/atau kondisi tingkat kesehatannya tidak baik, bank akan ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan.
“Pada kondisi tersebut, pengurus dan pemegang saham diminta menyusun dan melaksanakan action plan untuk memperbaiki kinerja bank,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (28/12/2023).
Adapun, sesuai dengan perannya, OJK bakal melakukan aksi tegas apabila BPR mengalami masalah keuangan demi memastikan tidak ada yang merugikan masyarakat.
"Tugas kita di OJK melakukan penyehatan seoptimal mungkin dalam waktu satu tahun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam Konferensi Pers RDK OJK beberapa waktu lalu.
Apabila melampaui waktu tersebut, lanjutnya, maka bank akan diserahkan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk diresolusi.
“Namun, untuk persoalan keuangan mendasar seperti fraud, tentu OJK harus melakukan langkah yang lebih tegas, Jangan sampai BPR mendapatkan stigma buruk,” ujarnya
Pihaknya pun akan terus mengupayakan perlindungan nasabah dengan melakukan penguatan BPR dari segala aspek, demi menghindari kasus fraud terulang kembali.Bahkan, pada awal 2024, OJK sudah mempersiapkan peta jalan atau roadmap BPR.
Dalam dokumen tersebut, OJK akan mendorong adanya konsolidasi BPR, yang diharapkan pemain BPR makin susut dan efisien, karena BPR yang hadir di masyarakat adalah BPR yang berkualitas
“Jadi merger tidak akan mengurangi jumlah kebutuhan BPR di satu lokasi. Tapi di satu lokasi itu persaingannya akan sehat. Ada indikator-indikator yang kita pakai cukup segini saja jumlahnya,” ujar Dian.
Roadmap juga akan dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang telah membuka ruang bagi BPR meningkatkan modal melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO).
Selain itu, OJK juga mengarahkan BPR agar menjadi community bank.
"Jadi pelayanan nasabah lebih personal," ujarnya.
Kasus Bank Bangkrut Sepanjang 2023
Sepanjang 2023, telah terdapat empat bank bangkrut di Tanah Air gara-gara penyelewengan atau fraud. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyiapkan sejumlah langkah pada 2024 terkait bank-bank bangkrut ini.
Kesemua bank bangkrut pada tahun ini merupakan bank perekonomian rakyat (BPR). Terbaru, BPR Persada Guna menambah deretan bank bangkrut. OJK pun menutup izin usahanya melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-84/D.03/2023 tanggal 4 Desember 2023 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Persada Guna.
Sebulan sebelumnya, BPR Indotama UKM Sulawesi juga bangkrut dan telah dicabut izinnya oleh OJK melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-79/D.03/2023 bertanggal 15 November 2023 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Indotama UKM Sulawesi.
PT Bank Perkreditan Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM) di Jawa Timur dan Perusahaan Umum Daerah Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu (Perumda BPR KRI) di Indramayu, Jawa Barat pun telah terlebih dahulu dicabut izinnya oleh OJK.
Dengan bertambahnya bank bangkrut tersebut, maka total sejak 2005 sudah ada 122 bank yang bangkrut di Indonesia, di mana hampir semuanya merupakan BPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel