Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Sementara, nilai restrukturisasi kredit Covid-19 perbankan per November 2023 di buku bank mencapai Rp285,32 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 ini sejatinya dalam tren penurunan. Dalam periode 1 bulan yakni Oktober ke November 2023 terjadi penurunan sebesar Rp15,84 triliun dari Rp301,16 triliun pada Oktober 2023.
Saat nilai kredit restrukturisasi mengecil, jumlah nasabah juga susut 80.000 peminjam menjadi 1,14 juta nasabah.
Sejalan dengan penurunan jumlah restrukturisasi kredit Covid-19, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) perbankan pun menyusut. NPL gross bank tercatat turun dari 2,42% pada Oktober 2023 menjadi 2,36% pada November 2023. Lalu, NPL nett turun dari 0,77% menjadi 0,75%.
"Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi dan NPL berdampak positif bagi penurunan rasio loan at risk [kredit berisiko] menjadi 11,61% pada November 2023, dari Oktober 2023 sebesar 11,81%," kata Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Selasa (9/1/2024).
Awalnya restrukturisasi kredit Covid-19 direncanakan berakhir pada Maret 2023, namun OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
OJK mencatat jumlah restrukturisasi kredit Covid-19 yang bersifat targeted itu mencapai 42,5% dari total porsi restrukturisasi kredit Covid-19 sebesar Rp285,32 triliun pada November 2023.
Sebelumnya, Dian mengatakan berakhirnya restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 tidak akan berdampak signifikan ke sektor perbankan. "Tidak akan ada gangguan, karena dalam kondisi terberat sekalipun, seperti kredit macet itu sudah bisa di-cover oleh CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai]," ujarnya.
Ia mengatakan berdasarkan data OJK, rasio CKPN perbankan rata-rata berada di atas 56%. Bahkan, menurutnya banyak bank yang mencatatkan CKPN di atas 60%.
"Jadi tidak perlu dikhawatirkan dan tidak ada goncangan di perbankan," kata Dian.
Sementara, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 dari OJK, bank harusnya sudah lebih siap menanggulangi. Bank pun perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.
Menurutnya, dengan berakhirnya kebijakan tersebut, terdapat jenis bank yang akan paling terdampak. "Bank yang dapat terkena imbas dari berhentinya stimulus ini lebih kepada bank-bank kecil yang belum memiliki permodalan yang kuat," ujar Trioksa kepada Bisnis pada pekan lalu (5/1/2024).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel