Industri Plastik Bakal Sekarat, Ditikam Impor China Dijerat Ongkos Tinggi Logistik

Bisnis.com,16 Jan 2024, 11:30 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Ilustrasi industri plastik/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Industri Aromatif Olefin dan Plastik (Inaplas) membeberkan penyebab impor bahan baku/penolong plastik dan barang dari plastik (HS 39) mengalami penurunan nyaris 20%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai impor komoditas tersebut hingga November 2023 turun menjadi US$8,65 miliar atau turun 18,87% (year-on-year/yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$10,67 miliar. 

Sekretaris Umum Inaplas Fajar Budiono mengatakan penurunan impor bahan baku/penolong plastik disebabkan konflik di Laut Merah yang masih memanas sehingga terjadi kendala tertahannya angkutan logistik. 

"Pasokan bahan baku agak terkendala karena ada penurunan lalu lintas di Terusan Suez karena kondisi geopolitik global, sehingga banyak bahan baku/penolong yang lebih lama datangnya," kata Fajar kepada Bisnis, dikutip Selasa (16/1/2024). 

Dia mengungkap bahwa beberapa maskapai kapal laut banyak yang tidak berani dan menghindari Terusan Suez di Semenanjung Sinai, Mesir, dan berputar melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan. 

Tak hanya tertahan, kondisi perang Israel-Hamas itu juga membuat beban ongkos pengiriman bengkak dan memicu kenaikan biaya produksi.  

"Sementara di plastik jadinya sendiri, demand nya juga belum terlalu bagus sehingga nggak bisa mengangkat harga. Jadi harga bahan baku naik, tapi harga barang jadinya belum naik," tuturnya. 

Adapun, impor bahan baku/penolong industri yang kini terganggu yakni monomer dan zat aditif kimia. Untuk monomer, bahan baku seperti Naptha masih diimpor 100%, sedangkan komoditas zat aditif kimia 80% impor. 

Di sisi lain, Fajar juga resah dengan keadaan pasar domestik yang masih rentan dibobol banjir barang impor dari China. Sementara itu, perlindungan untuk impor barang plastik masih minim. 

"Karena banjir produksi dari China, barang jadinya yang turun [daya saing] jadi ini benar-benar tipis [pengamanan] dan kalau nggak hati-hati bisa rugi," pungkasnya. 

Dengan demikian, industri kini tengah dihadapi dilema kenaikan ongkos produksi imbas bahan baku yang melonjak. Namun, di sisi hilir tidak dapat meningkatkan harga jual lantaran polemik banjir impor China. 

Kondisi ini membuat langkah ekspansi pelaku usaha tertahan. Fajar menyebutkan beberapa pengusaha lebih memilih mengalihkan investasi ke produk lain. Sementara, beberapa proyek yang sudah terlanjur berjalan masih dipastikan on track. 

Namun, proyeksi kinerja 2024 untuk industri plastik disebut masih berat dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2023 lalu. Hal ini lantaran belum adanya kepastian perlindungan produk plastik dari serbuan barang impor. 

"Kemudian kita perlu antisipasi banjirnya di 2 tahun ke depan karena di middle east akan ada pabrik baru, di China juga sekarang ada pabrik-pabrik baru, nah itu jangan sampai Indonesia menjadi pasar," pungkasnya.

Untuk diketahui, BPS mencatat impor bahan baku/penolong mengalami penurunan sebesar 11,09% yoy dengan nilai impor sebesar US$161,16 miliar sepanjang 2023. Nilai impor tersebut lebih rendah dibandingkan dengan impor 2022 sebesar US$181,26 miliar. 

Adapun, penurunan impor bahan baku didorong oleh penurunan impor komoditas bahan bakar mineral (HS 27), kemudian besi dan baja (HS72), serta plastik dan barang dari plastik (HS 39). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Kahfi
Terkini