Gerak Saham BBCA, BMRI, BBRI, & BBNI jelang Pengumuman BI Rate

Bisnis.com,16 Jan 2024, 19:55 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Logo empat bank jumbo di Indonesia: BCA, BNI, BRI, Bank Mandiri.

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja harga saham bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) terbilang moncer didorong oleh ekspektasi tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Berdasarkan data RTI Business, harga saham BBCA memang turun 0,26% pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (16/1/2024) ke level Rp9.700.

Namun, harga saham BBCA tetap naik 0,78% dalam sepekan. Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) harga saham BBCA pun naik 3,19%.

BMRI mencatatkan kenaikan harga saham 0,38% pada penutupan perdagangan hari ini ke level Rp6.525. Harga saham BMRI naik 2,35% dalam sepekan dan naik 7,85% ytd.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatatkan peningkatan harga saham 2,19% dalam sepekan dan 1,75% ytd ke level Rp5.825 pada penutupan perdagangan Selasa (16/1/2024).

Hanya harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) yang turun 0,88% dalam sepekan. Namun, harga saham BBNI tetap naik 4,19% ytd. Harga saham BBNI ditutup di level Rp5.600 pada perdagangan hari ini. 

Harga saham bank-bank jumbo pun sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah atau all time high (ATH) pada awal tahun ini. Harga saham BMRI misalnya tercatat sempat tembus rekor ATH di level Rp6.600. 

Awal tahun, harga saham BBCA juga sempat menyentuh rekor tertingginya, yaitu Rp9.725. Lalu, harga saham BBRI sempat mencicipi level baru sepanjang sejarah Rp5.850.

Moncernya harga saham BBCA hingga BMRI itu terjadi di tengah proyeksi turunnya suku bunga acuan BI pada tahun ini. BI akan mengumumkan level suku bunga acuannya pada besok, Rabu (17/1/2024) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG).

Namun, menurut survei Reuters terhadap 30 ekonom pada 5-11 Januari 2024, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan 6% untuk pertemuan ketiga berturut-turut. 

Hal tersebut berangkat dari capaian inflasi dalam tujuh bulan berturut-turut yang berada dalam target bank sentral tahun 2023 sebesar 2% hingga 4%. 

Per Desember 2023, inflasi berada di level 2,61% secara tahunan (yoy). Angka ini turun lebih tajam dari yang diperkirakan. 

Hal ini sebagian disebabkan oleh kenaikan suku bunga bank sentral antara Agustus 2022 dan Oktober 2023 sebesar 250 basis poin (bps) secara kumulatif.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan kondisi inflasi tidak akan menjadi masalah bagi BI untuk sementara waktu. Faiz melihat, BI akan lebih fokus kepada stabilitas rupiah ketimbang inflasi. 

"Ada peluang bagus untuk rupiah menguat lebih jauh dari level saat ini namun terhalang oleh ketidakpastian kebijakan the Fed,” ujarnya, dikutip dari Reuters pada beberapa waktu lalu (12/1/2024).

Sebelumnya, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina mengatakan moncernya harga saham bank jumbo memang tidak lepas dari sentimen positif dari suku bunga acuan yang diproyeksi turun pada 2024. Hal itu kemudian memicu aksi beli asing di pasar.

"Ekspektasi penurunan Fed Rate pada Maret 2024 memicu aksi beli asing di market Indonesia, khususnya saham perbankan," katanya kepada Bisnis.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini