Luhut Bakal Kerek Pajak Motor BBM, Untuk Subsidi LRT dan Kereta Cepat

Bisnis.com,18 Jan 2024, 19:04 WIB
Penulis: Nuhansa Mikrefin Yoedo Putra
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-76 pada Kamis (28/9/2023) di Sopo Del Tower, Mega Kuningan Barat, Jakarta Selatan. Pada perayaan itu diluncurkan buku Luhut Binsar Panjaitan Menurut Kita-kita/Instagram @luhut.pandjaitan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana mengerek pajak kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) berbahan bakar minyak (BBM) untuk dialihkan sebagai subsidi transportasi umum seperti LRT, dan Kereta Cepat.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang mencari formulasi titik ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara.

“Tadi kita juga rapat, dan pemerintah tengah menyiapkan kebijakan menaikkan pajak untuk sepeda motor konvensional sehingga nanti itu bisa subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” ujarnya dalam sambutan video peluncuran BYD di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

Lebih lanjut, dia mengatakan segala upaya sedang dilakukan mulai dari penerapan ganjil-genap, menaikkan pajak, hingga mempersiapkan infrastruktur agar masyarakat dapat menitipkan mobil maupun motornya.

Kemenko Marves disebut akan melakukan rapat pada tanggal 22 Januari 2024 mengenai kebijakan yang akan diberlakukan tersebut sebelum mengadakan rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo.

“Beberapa bulan terakhir ini kami sudah menemukan situs-situs masalahnya dan saya pikir ini kesempatan yang bagus untuk membuat Jakarta menjadi bersih,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi kemenko Marvesi Rachmat Kaimuddin mengatakan pemakaian bahan bakar fosil mencapai 84% sepanjang 2022.

Kemudian konsumsi batu bara sekitar 41%, dengan 30% merupakan BBM termasuk untuk LPG. Adapun, sekitar 50% dari subsidi merupakan komoditas yang didatangkan dari luar negeri atau impor.

“Oleh karena itu memang diperlukan berbagai jenis strategi untuk mendorong bertransisi dari yang tadi energi impor dan subsidi ini,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Kahfi
Terkini