Peluang Bank Cilik (BINA, BACA, hingga DNAR) Bukukan Lagi Lompatan Laba 2024

Bisnis.com,19 Jan 2024, 21:05 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah bank kecil atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) I seperti PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) hingga PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) mencatatkan kinerja laba yang tumbuh melesat pada 2023. Mampukah bank-bank kecil itu kembali mencetak kinerja laba yang moncer pada 2024?

Tercatat, hingga kuartal III/2023, Bank Ina milik taipan Anthony Salim membukukan laba bersih Rp170,49 miliar, melesat hampir tiga kali lipat, yaitu 179,78% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya Rp Rp94,83 miliar pada September 2022.

Lalu, PT Bank Capital Tbk. (BACA) telah membukukan laba bersih Rp50,27 miliar hingga kuartal III/2023, juga melonjak hampir tiga kali lipat atau 178,04% yoy dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya Rp18,08 miliar.

Bank Oke juga mencatatkan laba bersih Rp20,66 miliar pada kuartal III/2023, naik dua kali lipat atau 101,56% yoy dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya Rp10,25 miliar.

Bahkan, bank syariah PT Bank Victoria Syariah mencatatkan kinerja laba melesat, naik hampir 17 kali lipat atau 1.586,49% yoy menjadi Rp23,1 miliar pada kuartal III/2023.

Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan pada 2024, Bank Oke memproyeksikan laba mengalami kenaikan. Namun, kenaikannya hanya sekitar 30%.

"Ini karena bank masih akan membentuk CKPN [cadangan kerugian penurunan nilai] yang cukup besar untuk 2024 ini," ujar Efdinal kepada Bisnis pada Jumat (19/1/2024).

Pembentukan pencadangan dilakukan oleh Bank Oke seiring dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024.

"Dengan berakhirnya stimulus Covid-19, bank masih punya pekerjaan rumah untuk mengembalikan kredit-kredit yang direstruktur menjadi normal kembali," tuturnya.

Meski begitu, Bank Oke melihat ada peluang pertumbuhan kinerja bank pada 2024, yakni suku bunga acuan yang diproyeksikan melandai. Hal ini akan mendongkrak pertumbuhan kredit dan biaya dana lebih murah.

Direktur Utama Bank Victoria Syariah Dery Januar mengatakan pada 2024, Bank Victoria Syariah tetap menargetkan pertumbuhan, meskipun dengan persentase yang lebih konservatif dibanding 2023.

“Yang diperlukan bank adalah terus meningkatkan portofolio produktif yang sehat, disertai inovasi di sisi produk, proses, serta operasionalnya,” katanya.

Karyawan melayani nasabah di salah satu cabang PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) di Jakarta, Jumat (8/5/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Sejumlah bank kecil menangkap peluang 2024 dengan menggelar aksi korporasi. PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC) misalnya akan mempertebal modal melalui right issue.

Sebelumnya BCIC mengumumkan menggelar right issue 4,67 miliar lembar saham pada akhir 2023. Kemudian, rencana itu tertunda hingga awal tahun ini.

Manajemen Bank JTrust mengatakan right issue tetap berproses, namun dengan adanya penyesuaian dokumen yang memengaruhi jadwal. Perseroan juga belum memutuskan waktu pelaksanaan untuk right issue. “Sedang dalam diskusi,” jelas manajemen perusahaan.

Dua bank KBMI I, yakni PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo dan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) milik taipan James Riady berencana untuk merger.

Rencana merger sebenarnya ditargetkan rampung pada pertengahan 2023. Namun, hingga saat ini aksi merger belum juga terlaksana.

Peneliti lembaga ESED dan Praktisi Perbankan BUMN Chandra Bagus Sulistyo mengatakan bank-bank kecil sebenarnya memiliki peluang pertumbuhan kinerja pada 2024.

"Ada efek domino, di mana sektor riil akan bergerak menjelang banyaknya event internasional dan pesta demokrasi. Di sana, pelaku usaha akan membutuhkan modal, dan ekonomi akan berputar,” ujarnya.

Sementara, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pertumbuhan pesat laba bank kecil.

Pertama, ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun pada akhir 2022 yang memaksa bank mempertebal modalnya.

"Penambahan modal inti itu dipergunakan untuk ekspansi bisnis salah satunya. Dengan ekspansi mengarah kepada kualitas aset produktif yang menguntungkan, laba bisa bertumbuh," katanya.

Ekspansi bisnis juga tidak hanya dimanfaatkan untuk aset produktif yang menjadi core bisnis bank dari sisi kredit, tapi juga bisa dimanfaatkan untuk instrumen lain. "Apalagi sekarang dengan skema KBMI, bank-bank yang masuk KBMI I dan II itu tidak ada pembatasan ekspansi," kata Amin.

Faktor kedua, kondisi bank-bank kecil lebih lincah karena mempunyai pasar yang spesifik. Bank kecil itu pun bisa fokus ke pasar yang menjadi incarannya.

"Pasarnya juga bisa jadi sudah given dan cenderung loyal kalau dikelola dengan baik," tutur Amin. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini