OJK Beberkan Skema Holding Asuransi, Induk Bisa dari Luar Industri

Bisnis.com,24 Jan 2024, 23:36 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Karyawan memotret logo-logo asuransi jiwa di Jakarta, Minggu (15/10/2023). - Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pemenuhan permodalan minimum perusahaan asuransi dan reasuransi juga bisa menggunakan skema holdingnisasi atau Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi (KUPA). Model ini juga disediakan dalam dua model.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Djonieri mengatakan bahwa regulator memahami ada pelaku usaha yang kemungkinan tidak bisa memenuhi permodalan yang dipersyaratkan OJK sampai dengan akhir 2028. Untuk itu, regulator telah menyiapkan langkah lain salah satunya melalui pembentukan KUPA.

“Kelompok usaha perusahaan asuransi dan reasuransi [KUPA], ini memang sebagai sekoci exit strategy supaya semuanya bisa tumbuh. Yang besar tumbuh, yang kecil juga tumbuh,” kata Djonieri dalam Webinar bertajuk Membedah Dampak POJK Nomor 23 Tahun 2023 dan Dampaknya Bagi Lanskap Industri Asuransi di Indonesia, Rabu (24/1/2024).

Djonieri menjelaskan untuk perusahaan yang tidak bisa memenuhi persyaratan modal pada akhir 2028, maka mereka bisa membuat kelompok usaha perusahaan asuransi (KUPA).

“Artinya, perusahaan induk. Dia sebagai anchor untuk menaungi perusahaan-perusahaan lain yang mau bergabung yang tidak memenuhi persyaratan modal,” jelasnya.

Djonieri menyampaikan bahwa struktur KUPA terdiri atas perusahaan sebagai perusahaan induk atau pelaksana perusahaan induk dan perusahaan anak. Perusahaan induk yang dimaksud bisa sebagai pemegang saham pengendali (PSP) dan pemegang saham selain PSP memiliki saham 10% pada perusahaan. Perusahaan induk harus masuk ke kelompok KPPE 2.

Sementara untuk pelaksana perusahaan induk merupakan perusahaan dengan ekuitas paling besar. Pelaksana perusahaan induk merupakan perusahaan yang memiliki pemegang saham yang sama dengan perusahaan anak, di mana pemegang saham dimaksud bukan merupakan perusahaan induk.

Untuk model pertama, OJK menyampaikan skema KUPA yang dimaksud adalah perusahaan induk sebagai pemegang saham atau PSP yang merupakan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi. Nantinya, skema KUPA model 1 ini perusahaan induk memiliki perusahaan anak.

“Kalau dia perusahaan asuransi, ini PSP atau pemegang saham, dia langsung bisa membawahi perusahaan asuransi reasuransi 1, 2, 3, di bawahnya jadi perusahaan anak,” terangnya.

Untuk model kedua, yaitu KUPA dengan perusahaan induk bukan dari perusahaan asuransi atau reasuransi. Namun harus memiliki anak perusahaan asuransi atau reasuransi yang akan ditunjuk sebagai pelaksana perusahaan induk dan harus memiliki ekuitas yang paling besar.

“Perusahaan itu harus ditunjuk sebagai pelaksana perusahaan induknya. Itu bedanya dengan model pertama. Pelaksana perusahaan induk harus yang paling besar,” sambungnya.

Perlu diketahui, OJK meningkatkan ekuitas minimum perusahaan asuransi dan reasuransi secara bertahap. Untuk tahap pertama atau per 31 Desember 2026, perusahaan asuransi harus memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar, perusahaan reasuransi Rp500 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp100 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah Rp200 miliar.

Lalu, tahap kedua atau sampai batas 31 Desember 2028, OJK memberikan dua opsi untuk industri perasuransian meningkatkan ekuitas minimum.

Untuk KPPE 1, perusahaan asuransi harus memiliki ekuitas minimum Rp500 miliar, perusahaan reasuransi Rp1 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp200 miliar, dan untuk perusahaan reasuransi syariah adalah Rp400 miliar.

Selanjutnya, untuk KPPE 2, perusahaan asuransi memiliki ekuitas minimum Rp1 triliun, perusahaan reasuransi Rp2 triliun, perusahaan asuransi syariah Rp500 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah Rp1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini