Rokok Elektrik Kena Pajak 10%, Kemenkeu Banjir Protes dari Pengusaha

Bisnis.com,25 Jan 2024, 15:15 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
NCIG International memutuskan untuk berinvestasi di Indonesia melihat potensi pasar rokok elektrik yang besar. /FOTO REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku banyak pelaku usaha rokok elektrik yang protes dan mendesak untuk menunda pemberlakuan cukai dan pajak terhadap produk hasil tembakau tersebut.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan pihaknya tak sedikit mendapatkan penolakan keras dari berbagai stakeholder.

"Pada awal-awal kita mau mengeluarkan PMK 143 ini banyak sekali protes dari para pelaku usaha rokok elektrik," kata Lydia di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Padahal, menurut Lydia, pengenaan pajak rokok elektrik 10% dari nilai cukai adalah langkah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok, sekaligus optimalisasi pelayanan kesehatan dari pemerintah daerah.

Sementara, cukai rokok diberlakukan untuk mengendalikan peredaran Barang Kena Cukai yang juga dinilai berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.

"Jadi, bukan semata-mata mengumpulkan pendapatan sebanyak-banyaknya walaupun instrumen fiskal dalam hal ini pajak, memiliki tujuan itu. Tujuan yang lain dari instrumen fiskal adalah regulatori, melakukan pengaturan pengendalian," ujarnya.

Lydia menuturkan, para pengusaha awalnya tidak setuju jika rokok elektrik disebut rokok. Menurut pengusaha, produk ini merupakan hasil pengolahan tembakau lainnya.

Sementara, berdasarkan hasil kajian pemerintah, konsumsi rokok atau produk olahan hasil tembakau memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan rakyat lantaran ekstrak tembakau menjadi nikotin merupakan zat adiktif.

"Mereka bersikukuh bahwa ini hasil pengolahan tembakau lainnya. Seharusnya tidak dikenakan pajak karena bukan rokok, kalau cukai oke lah karena ini hasil pengolahan lainnya," tuturnya.

Adapun, dana hasil pajak akan dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum, khususnya pengawasan terhadap rokok di daerah untuk meminimalisir adanya rokok legal.

Untuk diketahui, cukai atas Hasil Pengolahan Tembakau Laínnya (HPTL), telah dimplementasikan pemungutannya pada tahun 2018 tanpa piggy back taxes (Pajak Rokok). Rokok Elektrik (REL) termasuk dalam HPTL.

"Pajak itu kewajiban, jika disitu rokonya dikenakan cukai akan otomatis nempel disitu mekanisme ini disebut dengan piggy back tax," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini