Bisnis.com, JAKARTA — Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) dicabut izin usahanya akibat pengelolaan tidak sehat.
Pencabutan izin BPRS Mojo Artho di Provinsi Jawa Timur dilakukan demi menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.
“Pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho dilakukan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-13/D.03/2024 tanggal 26 Januari 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) terhitung sejak tanggal 26 Januari 2024,” tulis OJK dalam dikutip Sabtu (27/1/2024).
Sebelumnya, sejak 19 November 2020, BPRS Mojo Artho telah ditetapkan sebagai BPRS Dalam Pengawasan Intensif (BDPI)
Hal ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.56/SEOJK.03/2017, masing-masing tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.32/POJK.03/2019 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.5/SEOJK.03/2020.
Kemudian, status pengawasan BPRS Mojo Artho ditegaskan menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP). Hal tersebut disebabkan kondisi BPRS Mojo Artho yang terus memburuk karena pengelolaan BPRS yang tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian.
Penetapan status tersebut berdasarkan Pasal 16C ayat (1) dan ayat (4) Klaster Stabilitas Sistem Keuangan serta Pasal 325 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Lebih lanjut, penetapan status tersebut juga bertujuan agar Pengurus/Pemegang Saham melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi BPRS Mojo Artho.
Sayangnya, upaya penyehatan yang dilakukan oleh Pengurus/Pemegang Saham tidak dapat mengeluarkan BPRS Mojo Artho dari status pengawasan BDP.
Alhasil, dengan pempertimbangkan kondisi keuangan BPRS Mojo Artho yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka pada 12 Januari 2024 BPRS Mojo Artho ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi (BDR).
Lalu, sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 angka 6 Klaster Lembaga Penjamin Simpanan UU P2SK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjalankan wewenangnya untuk mengambilalih pengelolaan BPRS.
Selanjutnya, pada 22 Januari 2024, LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPRS Mojo Artho.
Menindaklanjuti rekomendasi LPS tersebut, OJK berdasarkan POJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah, melakukan pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho.
Dengan pencabutan izin usaha BPRS, LPS pun bakal menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU P2SK.
Terakhir, OJK mengimbau nasabah PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) agar tetap tenang. “[Ini] karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPRS dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur OJK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel