Awas! Ada Risiko Gulungan Kredit Macet dari Skema Bayar UKT pakai Pinjol

Bisnis.com,29 Jan 2024, 15:33 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Ilustrasi laki-laki yang frustasi akibat memiliki kredit macet di pinjaman online (pinjol)./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Pembayaran melalui skema pinjaman online (pinjol) yang ditawarkan institusi perguruan tinggi kepada mahasiswa untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dinilai akan berpotensi menggunungnya kredit macet di kalangan usia muda.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa skema pembayaran melalui pinjol sama seperti utang pelajar (student debt) yang memberikan pembiayaan sekolah bagi masyarakat yang membutuhkan.

Namun, Huda menjelaskan bahwa skema student debt dibayar ketika pelajar sudah lulus dan bekerja. Dengan demikian, pembayaran utang tidak saat masih kuliah.

“Kalau yang ini kan ketika kuliah pembayarannya. Otomatis, ya kalau mereka S1 dan belum berpendapatan, akan berpotensi menjadi kredit macet,” kata Huda kepada Bisnis, dikutip pada Senin.

Menurut Huda, semestinya orang tua harus menjadi pihak yang bertanggung dalam proses pinjaman online. “Jika ini tanpa pengawasan dan semakin banyak yang menggunakan, maka pinjaman macet untuk usia di bawah 19 tahun akan semakin tinggi,” ujarnya.

Huda mengungkapkan bahwa hal ini berbahaya bagi ekosistem pinjol ke depan karena peminjam dana (borrower) yang semakin tidak berkualitas. “Pinjaman macet akan didominasi oleh mahasiswa ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar mengatakan bahwa sejatinya, kerja sama antara platform fintech dengan institusi perguruan tinggi diperbolehkan dalam peraturan. AFPI menjelaskan bahwa bentuk kerja sama seperti ini juga tidak dilarang.

Entjik menuturkan bahwa setiap fintech memiliki cara masing-masing dalam mengemas produk. Adapun untuk DanaCita, kata Entjik, merupakan produk berupa education loan alias pinjaman pendidikan.

“Sebenarnya secara aturan boleh-boleh saja [fintech bekerja sama dengan institusi perguruan tinggi], enggak ada masalah. Sepanjang si fintech ini melakukan analisa kredit yang prudent dan comply,” kata Entjik saat ditemui usai berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Jumat (26/1/2024). 

Untuk itu, AFPI menilai bahwa kerja sama ini tidak menjadi masalah. Dia pun mencontohkan kasus yang terjadi di Amerika Serikat. Entjik menuturkan bahwa Negeri Paman Sam itu juga memberikan pinjaman kepada mahasiswa.

Namun, Entjik mengatakan bahwa pada saat suatu fintech P2P lending memberikan pinjaman harus berdasarkan analisa yang tepat.

Lebih lanjut, Entjik menilai bunga yang dikenakan pinjol melalui kerja sama ini tidak memberatkan mahasiswa dalam hal membayar uang kuliah. Namun, kata dia, berbeda jika mahasiswa memilih tenor satu tahun yang dinilai akan memberatkan peminjam.

“Sebenarnya sih enggak lah, karena ini kan memang dana talangan untuk short term. Kalau panjang memang pasti memberatkan. Jadi, untuk dana talangan aja kan,” ujarnya.

Dengan skema ini, Entjik menjelaskan bahwa peminjam dana (borrower) akan tergantung dari produk yang ditawarkan fintech. “Ada atas nama mahasiswanya, atas nama orang tuanya, dan sebagainya,” imbuhnya.

Di sisi, menurut Entjik, dengan adanya skema kerja sama antara pihak kampus dengan platform fintech tidak akan terjadi gulungan kredit macet di kalangan mahasiswa, jika fintech melakukan analisa dengan benar.

“Kalau mahasiswa ini, kita tahu dia bisa bayar nanti. Tapi, sebulan lagi atau dua bulan lagi. Itu enggak masalah. Tetapi, kalau kita kasih sembarangan, pasti jadi kredit macet,” ujarnya.

Entjik menekankan bahwa kerja sama yang dilakukan universitas dengan platform fintech P2P lending tidak menjadi masalah.

“Justru bagus kalau ada kerja sama universitasnya. Karena apa? Bisa lebih terseleksi orangnya yang dikasih. Karena universitasnya ini tahu, mengerti si orang-orang yang dikasih ini [pinjaman],” tandasnya.

Pihak kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) pun buka suara akan ramainya perbincangan skema pembayaran UKT.

ITB menyampaikan bahwa kerja sama dengan platform PT Inclusive Finance Group (DanaCita) dapat memudahkan mahasiswa dalam membayar uang kuliah.

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan bahwa ITB sejak Agustus 2023 bekerja sama dengan sebuah lembaga keuangan nonbank yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu platform DanaCita.

Naomi menjelaskan lembaga keuangan nonbank yang dimaksud alias DanaCita merupakan pendanaan khusus yang bergerak di bidang pendidikan.

Selain ITB, Naomi juga menyampaikan terdapat banyak perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) yang bekerja sama dengan DanaCita.

“Kerja sama ini tentu menguntungkan bagi masyarakat atau mahasiswa, karena terdapat kemudahan dalam membayar uang kuliah,” ujar Naomi kepada Bisnis, Jumat (26/1/2024).

Selain melalui beragam bank yang dapat dipilih, baik melalui virtual account dan kartu kredit master/visa, ITB juga menyediakan pilihan pembayaran melalui lembaga keuangan nonbank DanaCita.

Naomi menuturkan bahwa kerja sama dengan platform DanaCita ini akan membantu masyarakat atau mahasiswa yang tidak dapat membayar langsung dengan fasilitas cicilan.

“Sistem tersebut untuk membantu masyarakat memiliki pilihan. Artinya, ITB menyadari tidak semua orang memiliki kesempatan membayar melalui fasilitas mencicil via kartu kredit, sehingga dapat memilih sistem lain atau financial technology [DanaCita] yang dipilih sendiri sesuai kemampuan,” ungkapnya.

Terkait keluhan, Naomi mengatakan bahwa itu berdasarkan jenis pembayaran yang dipilih mahasiswa. Menurutnya, setiap orang mengetahui pertimbangan masing-masing atas tindakan yang dipilih, termasuk sistem pembayaran.

“Setiap tindakan ada konsekuensinya. Kita juga mengetahui kalau pinjam ke bank harus ada agunan. Nah, sistem inovasi keuangan ini [pinjol] tidak memerlukan agunan. Jadi, sebetulnya kalau dimaknai positif, akan memudahkan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini