Bos BI Pesimistis The Fed Pangkas Suku Bunga pada Maret 2024

Bisnis.com,30 Jan 2024, 20:37 WIB
Penulis: Maria Elena
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, dan Direktur Utama Perum BULOG Bayu Krisnamurthi dalam konferensi pers BLT Mitigasi Risiko Pangan di Jakarta, Senin (29/1/2024). Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan bank sentral Amerika Serikat tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga acuan.

Perry mengatakan volatilitas di pasar keuangan cenderung meningkat dalam 1-2 pekan terakhir, seiring dengan pasar yang memperkirakan suku bunga di AS, Fed Funds Rate (FFR), akan mulai turun pada kuartal pertama atau kedua 2024.

“Pasar kemarin memperkirakan FFR akan turun, bahkan ada yg mengatakan pada kuartal I dan II, tapi ternyata data-data terakhir, FOMC kayaknya sabar untuk tidak buru-buru menurunkan FFR,” katanya dalam konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (30/1/2024).

Perry mengatakan, perkiraan tersebut sejalan dengan perekonomian AS yang masih tumbuh baik, sementara inflasi inti belum turun ke target sasaran.

“Jadi dari pasarnya yang tempo hari memperkirakan FFR segera turun, rupanya data-data dan pernyataan dari FOMC kemungkinan belum [menurunkan suku bunga] semester I/2024,” jelas Perry.

Perry juga menyampaikan, perkembangan nilai tukar rupiah dalam 2 pekan terakhir lebih dipengaruhi oleh pemberitaan terkait dengan kondisi global tersebut, salah satunya arah suku bunga kebijakan the Fed.

“Dalam jangka pendek, ada faktor-faktor berita. 1-2 minggu terakhir yang berpengaruh terhadap tatanan nilai tukar, tidak hanya rupiah, tapi seluruh [mata uang] dunia,” katanya.

Selain itu, perkembangan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh pemberitaan terkait eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah dan Laut China Selatan. 

Perry menambahkan, ada juga pemberitaan terkait kebijakan di China yang menghentikan pinjaman saham tertentu agar tidak terjadi short selling, dalam rangka menjaga pasar saham tidak merosot di negara tersebut.

“Berita-berita itu yang membuat kemudian tekanan nilai tukar mata uang dunia termasuk rupiah itu meningkat,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini