Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa regulator telah melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam proses penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan proses penerbitan POJK 22/2023 telah mengikuti rule making rule yang berlaku serta telah melibatkan stakeholder baik internal dan eksternal regulator.
“Kami melakukan kajian dan penelaahan, FGD [Focus Group Discussion] dengan akademisi hukum, BPKN, dan perwakilan PUJK pada Februari—April 2023,” kata wanita yang akrab disapa Kiki dalam Media Briefing POJK 22/2023 tentang Pelindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan di Gedung Wisma Mulia 2, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Kiki menjelaskan serangkaian kajian itu dilakukan pada Januari—Maret 2023. Kemudian, OJK juga telah meminta masukan atau tanggapan kepada 23 asosiasi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) pada 4–18 April 2023 dan permintaan tanggapan atau masukan kepada 23 asosiasi PUJK pada 13–20 Oktober 2023. Serta, konsultasi publik pada 18 Oktober 2023.
Selain itu, lanjut Kiki, OJK juga melakukan harmonisasi dengan Kemenkumham pada 13–15 November 2023.
Lebih lanjut, Kiki menjelaskan bahwa POJK ini mengatur di antaranya mulai dari itikad baik PUJK, larangan menimbulkan gangguan psikis atau fisik, larangan kerja sama dan melayani pihak ilegal, hingga pelindungan data pribadi. Dia menekankan bahwa semua aspek itu diatur untuk melindungi kepentingan konsumen sekaligus melindungi PUJK itu sendiri.
“Karena ini diatur, tidak hanya konsumen punya hak, tapi mereka juga punya kewajiban. Jadi sebenarnya kekhawatiran-kekhawatiran yang mengemuka itu sebenarnya sangat tidak beralasan, justru ini adalah untuk kebaikan kedua belah pihak [PUJK dan masyarakat],” pungkasnya.
Aturan penagihan dari OJK ini banyak mendapatkan pertanyaan dari pelaku industri karena dirasa merugikan.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan bahwa PUJK juga berhak mendapat pelindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak baik. Ini sebagaimana tercantum pada Pasal 6.
“Artinya, kita mau bertanya, kalau seperti ini konsumennya [beritikad tidak baik], mestinya kan kita nggak perlu lagi mengikuti tata cara itu. Ini kan dia sudah menipu, membohong,” kata Suwandi kepada Bisnis, Rabu (10/1/2024).
Untuk itu, Suwandi mengatakan bahwa PUJK, termasuk asosiasi, akan meminta klarifikasi kepada OJK terhadap aturan anyar ini. “Karena kan namanya perlindungan konsumen itu OJK akan mengambil asas berkeadilan,” ungkapnya.
Suwandi memandang bahwa aturan ini bermula dari tingkah laku kolektor pinjaman online (pinjol) yang pada akhirnya berdampak kepada pinjaman yang memiliki jaminan hak tanggungan, jaminan sertifikat hipotek, hingga fidusia.
“Tetapi, tentu hal-hal ini [tata cara penagihan] harus berlaku untuk yang debitur beritikad baik. Yang tidak baik masa dilindungi? Kalau tidak baik, kami yang harus dilindungi,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel