Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan dua aturan penguatan bank perekonomian rakyat (BPR) di tengah ramainya BPR yang bangkrut di Tanah Air.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan bahwa penerbitan dua Peraturan OJK (POJK) ini merupakan bentuk tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Selain itu, Aman menuturkan bahwa penerbitan dua beleid ini bertujuan memperkuat dan mengembangkan sektor perbankan, terutama di BPR dan BPR syariah (BPRS).
“Ini sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam,” ujar Aman dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu (3/2/2024).
Dua POJK yang terbit yakni POJK Nomor 28 Tahun 2023 (POJK 28/2023) tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS, serta POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR.
Pada POJK 28/2023 termuat ketentuan penyesuaian pengaturan mengenai antara lain status dan jangka waktu pengawasan BPR dan BPR syariah, tugas pengawasan OJK, dan penempatan dana oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dalam aturan itu, OJK misalnya menetapkan kriteria tindak lanjut status pengawasan bagi BPR atau BPR Syariah yang ditetapkan dengan status dalam penyehatan. Dengan diterbitkannya POJK ini, selanjutnya mengacu pada jangka waktu status pengawasan dan kriteria yang diatur di dalam POJK.
Regulasi itu sudah mulai berlaku sejak 31 Desember 2023. Beleid ini merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 19/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 32/POJK.03/2019.
Adapun, POJK 1/2024 memuat antara lain penyelarasan peraturan mengenai agunan yang diambil alih serta kegiatan usaha yang diperkenankan sesuai dengan UU PPSK.
Kemudian, penerbitan standar akuntansi keuangan entitas privat yang merupakan pengganti dari standar akuntansi keuangan tanpa entitas publik yang akan berlaku 1 Januari 2025.
Lalu, terdapat hasil evaluasi terhadap permasalahan dan penyelesaian atas pemberian kredit pascapandemi Covid-19. Keempat, penyelarasan dengan ketentuan terkini serta penyempurnaan pengaturan yang berbasis prinsip.
Lebih lanjut, OJK menjelaskan pokok pengaturan di dalam POJK 1/2024 ini terdiri atas perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset non produktif, dan kualitas aset produktif.
Diikuti pengaturan terkait penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi kredit, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, kebijakan perkreditan dan prosedur perkreditan.
POJK 1/2024 sendiri merupakan penyempurnaan atas POJK No.33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Perekonomian Rakyat.
OJK menerbitkan aturan terkait BPR ini seiring dengan ramainya kabar BPR yang bangkrut di Indonesia. Terbaru, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) bangkrut. BPRS Mojo Artho sendiri telah dicabut izin usahanya oleh OJK akibat pengelolaan bank yang tidak sehat.
Pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho dilakukan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-13/D.03/2024 tanggal 26 Januari 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) terhitung sejak 26 Januari 2024.
Bangkrutnya bank syariah itu menambah deretan bank yang bangkrut dalam setahun terakhir. Sejak awal 2023 hingga awal 2024, terdapat deretan enam bank yang bangkrut di Indonesia.
Sebelumnya, terdapat satu bank bangkrut di Tanah Air pada awal 2024, yakni Koperasi BPR Wijaya Kusuma. LPS juga memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR Wijaya Kusuma.
Pada 2023 terdapat empat kasus bank bangkrut. Deretan bank bangkrut pada 2023 itu yakni BPR Persada Guna, BPR Indotama UKM Sulawesi, BPR Rakyat Bagong Inti Marga (BPR BIM), dan Perumda BPR KRI.
Dalam kurun waktu lima tahun sejak 2019, maka total sudah ada 32 bank yang bangkrut di Indonesia. Adapun, jika ditarik sejak 2005, maka total ada 124 bank bangkrut di Tanah Air.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan deretan BPR ini bangkrut karena rata-rata mengalami masalah fraud. OJK pun menurutnya akan mengatasi persoalan yang ada di BPR melalui berbagai cara, termasuk penerbitan regulasi.
"Mesti dibereskan. Agar punya BPR kuat dan sehat. Masyarakat terlindungi, tak ada duit diambil karena fraud," ujar Dian dalam sesi wawancara khusus dengan Bisnis pada akhir tahun lalu (22/12/2023).
Selain melalui regulasi, OJK akan mendorong adanya konsolidasi BPR. Tujuan dari konsolidasi itu adalah agar BPR semakin sedikit dan efisien. Sehingga BPR yang beroperasi hanya BPR-BPR yang berkualitas.
Dari 1.600 penyelenggara BPR saat ini, kemudian akan dikurangi menjadi hanya sekitar 1.000 untuk melayani nasabah di seluruh Indonesia.
"Kami upayakan dengan konsolidasi. Di satu lokasi itu persaingannya akan sehat. Ada indikator-indikator yang kita pakai supaya [BPR] cukup segini saja jumlahnya," ujar Dian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel