Produk Tekstil Sepi Pesanan Jelang Pemilu, Industri Makin Loyo

Bisnis.com,06 Feb 2024, 19:07 WIB
Penulis: Afiffah Rahmah Nurdifa
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Laju pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami kontraksi ke level -1,98% (year-on-year/yoy) pada 2023. Tahun politik dinilai tak memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan industri.

Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) mengakui peran pemilu yang minim dalam mendongkrak pesanan baru untuk industri tekstil.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Ditjen IKFT Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan indeks kepercayaan industri (IKI) khususnya tekstil pun masih terkontraksi.

"Bahan baku dari industri tekstil ini kekuatannya 60% untuk pesanan domestik. Kita tadinya berharap, pesta demokrasi bisa mengangkat dari segi permintaan maupun produksi," kata Adie, dikutip Selasa (6/2/2024).

Faktanya, pesanan untuk kaos hingga spanduk justru menyusut jika dibandingkan dengan tahun politik sebelumnya pada 2019. Menurut Adie, kondisi ini disebabkan peran media elektronik yang mendominasi kampanye politik saat ini.

"Sehingga terhadap atribut spanduk, kaos yang biasnaya di tahun-tahun sebelumnya dimintakan itu tidak begitu banyak terjadi, itu yang menjadi persoalan," imbuhnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) industri tekstil dan pakaian jadi masih berjaya pada tahun 2022 dengan laju pertumbuhan 9,34% yoy, naik dari 2021 yang pertumbuhannya terkontraksi -4,08% yoy.

Untuk memperbaiki kondisi industri TPT saat ini, Adie menuturkan, pihaknya akan menetapkan neraca komoditas untuk mengelola pasokan dan permintaan terhadap penyediaan bahan baku berdasarkan volume.

Sebab, salah satu kendala terbesar dari industri ini yakni barang impor yang membanjiri pasar domestik, sehingga daya saing industri lokal tergerus.

"Jadi, kami berharap bahwa nanti dengan mekanisme itu kita akan menurunkan secara bertahap impor dari bahan baku," tuturnya.

Terlebih, impor ilegal marak terjadi karena adanya penyelundupan yang dilakukan melalui pelabuhan ilegal mulai dari istilah  'tikus' hingga besar. Sebanyak 1.600 bal lebih pakaian bekas hasil impor ilegal dari Malaysia sempat diamankan di pesisir timur Sumatra pada Oktober 2023.

Bea Cukai bahkan sempat menyebut ada ribuan 'pelabuhan tikus' yang tersebar dan menjadi hub penyelundupan barang impor ilegal. Hal ini banyak terjadi di wilayah perbatasan negara.

Hal ini juga disebutkan Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi yang melihat kendala impor ilegal menjadi biang kerok industri TPT lesu.

"Jadi secara potensi masih cukup besar, cuma kendalanya sekarang kasus-kasus pakaian bekas juga muncul lagi, jadi itu potensi besar tetapi kalau diganggu terus oleh pakaian bekas, mau tidak mau terganggu juga," jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini