Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan pertumbuhan tabungan di atas Rp5 miliar mengalami penyusutan. Tercatat, pada 2022 lalu kategori nominal tersebut tumbuh 14-15%. Sedangkan, pada akhir 2023, hanya tumbuh 3,51%.
Sebaliknya, per Desember 2023 untuk tabungan dengan nominal di bawah Rp1 juta pertumbuhannya naik 5,7% secara tahunan, di mana November sempat susut 2,17%. Lalu, untuk kalangan Rp1juta hingga Rp5 juta naik 4,6% per Desember 2023. Sementara, Rp50-100 juta tumbuh terbatas yakni 3,4%.
Kondisi ini menunjukkan perubahan arah di tengah masyarakat. Saat nasabah dengan tabungan Rp1 juta tumbuh, menunjukkan masyarakat kelas menengah bawah berbalik dari kondisi makan tabungan (mantap). Sedangkan, nasabah jumbo lebih lambat tumbuhnya tidak menunjukkan kondisi tertekan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyebut penghuni tabungan jumbo Rp5 miliar sebagian besar adalah korporasi. Dia pun menyebut lambatnya pertumbuhan tabungan kakap ini lantaran adanya tren penggunaan dana sendiri dalam memenuhi kebutuhan pembiayaannya.
"Sepertinya saat ini mereka [korporasi] beralih memakai uang sendiri untuk ekspansi usahanya dibanding pinjam di bank apalagi bank luar negeri, Ini, karena bunga luar negeri mahal dan bunga di sini cenderung naik. ” katanya.
Pada saat dihubungi terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut justru penurunan itu menjadi sinyal yang positif.
“Ada yang mengatakan tabungan Rp5 miliar menurun, tapi sebenarnya kalau kita lihat dari jenis simpanannya itu adalah giro. Artinya jika terjadi penurunan giro, itu semestinya implikasi yang positif, karena ada ekspansi dari sektor usaha,” ucapnya, Rabu (8/2/2024).
Lebih lanjut, Josua menyebut bila mengacu dana konsumen berdasarkan pengeluaran, desil 1 hingga desil 4 menunjukkan adanya peningkatan confidence level yang dipengaruhi penyaluran bantuan sosial regular dan tambahan penyaluran bansos untuk mitigasi dampak el nino.
“Sehingga, desil 1-4 tidak terpengaruh [makan tabungan],” ucapnya.
Akan tetapi, dirinya menyebut desil lima hingga tujuh, yang merupakan kelompok masyarakat yang belum masuk kategori rentan miskin, mulai terasa fenomena makan tabungan. Hal ini seiring dengan tren kenaikan harga pangan akibat fenomena el nino, lalu imbas dari sektor binsis yang terpengaruh kondisi global.
“Kelompok masyarkat tersebut [desil 5 sampai 7] tersebut yang merupakan karyawan atau pekerja dari sektor yang terkena dampak negatif akibat kondisi global, seperti tekstil di beberapa provinsi hingga alas kaki di Banten ada yang PHK,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel